Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PERANG DALAM ISLAM


Dalam pandangan agama-agama, terutama Islam perang merupakan salah satu ajaran agama yang diatur dalam kitab suci Al-Qur’an. Ayat-ayat perang sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’ân mengandung makna yang kontroversial. Satu sisi perang diartikan sebagai al-jihâd fî sabîlillah yakni bersungguh-sungguh dalam menegakkan jalan Allah SWT. Namun di sisi lain, perang diartikan sebagai tugas kelompok atau tugas kenegaraan yang menjadi kewajiban seluruh warga negara.

Artikel lainnya: KONSEPSI HAM DALAM SIYASAH

Perang merupakan tindakan politik kenegaraan dalam rangka mempertahankan dan menegakkan eksistensi sebuah negara Dalam konteks sejarah Islam, tidak dipungkiri adanya peperangan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Tercatat tidak kurang dari 19 sampai 21 kali terjadi ghazwah (perang besar atau perang yang dipimpin Rasulullah langsung), bahkan ada yang mengatakan 27 kali perang, yang melibatkan pasukan besar dan Rasulullah SAW sendiri yang terlibat di dalamnya, atau mengutus pasukan tersebut. Selain dalam bentuk ghazwah, terdapat pula istilah lain dalam sejarah Islam, yaitu yang disebut dengan sariyyah (perang yang tidak dipimpin Rasulullah) atau perang kecil yang terjadi hampir 35 sampai 42.

Dari catatan diatas, kemudian banyak pihak khususnya pihak barat yang menghubungkan islam dengan perang, dengan mengatakan bahwa islam dikembangkan dengan peperangan. Namun perlu untuk diketahui, bahwa perang yang merupakan kekerasan untuk menyelesaikan perkara atau pertentangan antar negara telah terjadi sejak berabad abad sebelum masehi, sebelum kelahiran  islam dan hingga sekarangpun tetap terjadi. Meskipun selalu ada usaha utuk meniadakannya.

 Perang  dalam Islam merupakan bagian dari jihad yang bernilai jika dilakukan di jalan Allah dan ikhlas karena Allah, untuk meninggikan kalimat Allah dengan merealisasikan tujuan diturunkan syari’at Allah. Tujuan syari’at Allah adalah meneguhkan dan memelihara addin, jiwa, harta, kehormatan, keturunan dan akal. Ketika perang yang merupakan bagian dari jihad diartikan sebagai optimalisasi pengerahan potensi untuk membela islam dalam kondisi bahaya dan memajukan islam dalam kondisi aman atau damai, maka perang bukan sebagai tujuan melainkan sarana untuk merealisasikan tujuan syari’at islam. Maka dari sini diketahui bahwa perang dalam islam memiliki tujuan, adab, syarat, rukun dan seni yang sangat indah. Ini yang membedakan perang dalam islam dan perang diluar islam. Hal ini lebih disebabkan karena jihad merupakan syari’at , maka ia memiliki aturan aturan khusus yang harus diperhatikan sebagaimana dalam syari’at ibadah lainnya seperti sholat, puasa, haji dan sebagainya.

Rumusan Masalah

  • Apa yang dimaksud dengan Perang dalam Islam?
  • Apa sajakah sebab terjadinya perang?
  • Apa sajakah Adab dan Ketentuan Perang dalam Islam?
  • Bagaimana Hukum Perang dalam Islam?


Tujuan Penulisan

  • Untuk mengetahui apa itu Perang dalam Islam 
  • Untuk mengetahui apa sajakah sebab-sebab terjadinya Perang
  • Untuk mengetahui apa sajakah Adab dan Ketentuan Perang dalam Islam
  • Untuk mengetahui Hukum Perang dalam Islam

PEMBAHASAN

Perang Dalam Islam
Perang adalah sesuatu yang sangat tidak disukai manusia. Al-Qur‟an juga mengatakan hal demikian. Ketika menyebutkan perintah perang, Al-Qur‟an sudah menggarisbawahi bahwa perang merupakan sesuatu yang sangat dibenci manusia. Namun begitu, Al-Qur‟an juga menyatakan bahwa boleh jadi di balik sesuatu yang tidak disukai itu terdapat kebaikan yang tidak diketahui manusia. Sebaliknya, boleh jadi pula, sesuatu yang disenangi manusia ternyata membawa petaka bagi hidup mereka (Al-Baqarah, 2:216).
Karena  itu, peperangan hanyalah dibolehkan dalam situasi yang sangat terpaksa. Seperti diuraikan sebelumnya, Islam sesuai dengan namanya, adalah agama perdamaian dan berusaha membawa manusia dalam kedamaian, kesejahteraan dan rahmat-Nya. Kedamaian ini tergantung pada kesediaan manusia untuk tunduk dan taat pada ajaran-ajaran-Nya yang tertuang di dalam Islam. Siapa saja yang menghadap kepada-Nya dan mengharap petunjuk-Nya, pasti akan diberikan-Nya dengan kedamaian, kebahagaiaan dan kesempurnaan. Allah SWT berfirman:
"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesunggguhnya mereka telah dianiaya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa menolong mereka itu. Mereka diusir dari kampung halaman mereka sendiri (dan diperangi karena) mereka berkata, “Tuhan Kami Allah”. (Q.S. Al-Hajj, 22:39).
Dari ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa peperangan hanya diizinkan Allah apabila umat Islam disakiti, diusir dari tanah air mereka sehingga mereka tidak dapat menjalankan agama mereka sebagaimana mestinya. Ini menunjukkan bahwa peperangan dalam Islam bukanlah untuk tujuan ofensif, melainkan defensif.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah ibn Abi Awfa, Nabi menyatakan, “Janganlah kalian berharap bertemu musuh, dan berdoalah kepada Allah untuk perdamaian. Namun bila kalian bertemu musuh, hadapilah dengan kesabaran. Hadis ini menunjukkan bahwa damai adalah prinsip utama dalam Islam, sedangkan penggunaan kekuatan senjata adalah keadaan yang sangat terpaksa untuk mempertahankan kedamaian tersebut. Dengan kata lain, Islam mengarahkan prinsip “musuh pantang dicari, tapi kalau bertemu musuh pantang umat Islam lari menghindarinya”.Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur‟an dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW., Ali wahbah menyimpulkan tiga kelompok yang boleh diperangi dalam Islam, yaitu:
1. Orang-orang musyrik yang memulai perang terhadap umat Islam.
2. Pihak yang membatalkan perjanjian secara sepihak.
3. Musuh-musuh Islam yang mengadakan persekutuan untuk menghancurkan Islam dan umatnya, sebagaimana terjadi dalam perang Ahzab (Perang Khandaq).

Sebab-sebab terjadinya perang
1. Perang dalam islam untuk mempertahankan diri
Kitab-kitab sejarah (tarikh), kita mengetahui cara Nabi Muhammad menghimpun kekuatan dan mempertahankan negeri Madinah dari serangan-serangan musuhnya orang-orang kafir Quraisy. Dalam Perang Badar, bukan Nabi yang menyerang, tapi musuh-musuh Nabi yang datang menyerang ke Madinah. Adapun waktu kemerdekaan (futuh) Mekkah, Rasulullah dtang ke Mekkah bukan sebagai penyerang dan penakluk, melainkan sebagai pemberi asumsi umum disertai tetap menghormati harga diri tokoh-tokoh Mekkah, seperti Abu Sofyan yang waktu itu masih kafir. Beliau tidak mau membahas kekejaman kafir Quraisy kepadanya dan keluarganya, di waktu perang suatu akhlak mulia yang menurut aturan perang masa itu tidaklah lazim, karena biasa dilakukan adalah dibunuh atau dijadikan budak atau diminta tebusan.
Perkembangan selanjutnya adalah Nabi mengirim surat kepada para penguasa di sekitarnya: yaitu Persia, Romawi, Timur, Abesinia dan Mesir yang terpenting. Surat yang dikirim oleh Rasullullah itu sesungguhnya setidaknya punya dua fungsi.Pertama, fungsi pernyataan telah berdirinya negara yang berdaulat dan merdeka pernyataan semacam itu sampai sekarang pun ada. Kedua, surat tersebut juga merupakan cara dakwah dengan damai kepada para penguasa pada waktu itu.
2. Perang dalam Rangka Dakwah
Perang juga bisa terjadi di dalam rangka menjamin jalannya dakwah. Artinya, dakwah kepada kebenaran dan keadilan serta kepada prinsip-prinsip yang mulia tidak boleh dihalangi dan ditindas oleh penguasa mana pun.
Telah dijelaskan bahwa Islam tidak menghendaki pemaksaan agama, maka apabila ada penguasa memaksakan agamanya dan menindas kepada orang-orang Islam, penguasa-penguasa itu dikualifikasikan kepada penguasa yang zalim. Perilaku itulah yang dipertontonkan oleh penguasa Persia dan Romawi pada waktu itu yaitu tidak memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk memeluk agama yang diyakininya.
Para panglima perang selalu diberikan perintah bahwa apabila berhadapan dengan musuh berikan kepadanya tiga opsi atau pilihan: yaitu, berdamai, masuk Islam, atau perang. Apabila berdamai, maka tetaplah mereka dalam agamanya masing-masing bahkan harus dilindungi dan tidak boleh diganggu jiwanya, hartanya, dan kehormatan kemanusiaannya. Demikian pula apabila mereka memilih opsi yang kedua yaitu masuk Islam, baru apabila yang ketiga, dengan terpaksa orang Islam, memeranginya.
Singkat perang yang sah di dalam Islam ialah perang pembelaan diri yakni untuk membalas serangan yang benar-benar telah terjadi terhadap kaum muslimin. Perang yang tidak sah adalah perang yang bermaksud merampas, atau menduduki, atau berbuat kerusakan.

Adab dan Ketentuan Perang dalam Islam
1.Adab perang dalam islam
Di dalam Al-Qur’an dan hadits shahih ada banyak aturan dalam berperang, antara lain:
1. Harus memegang janji.
2. Jangan membunuh orang yang tidak memerangi (anak-anak, wanita, orang tua penghuni rumah ibadah, dan sebagainya).
3. Jangan berlebih-lebihan.
4. Jangan mencincang.
5. Jangan merobohkan atau membakar bangunan.
6. Jangan menebang pohon dan merusak tanaman.
7. Tidak membunuh yang menyerah.
8. Memperlakukan tawanan dengan baik.
9. Menerima tawaran damai.
     Oleh karena itu maka bisa dugambarkan bahwa perang dalam bersifat defensif artinya, Islam melarang memulai perang terhadap suatu umat atau negara. Motivasi perangnya adalah untuk membela Islam atau ummat Islam yang mendapat perlakuan atau kekerasan oleh suatu kaum a tau negara yang memerangi umat Islam. Perang ini dapat dinamakan Jihad Fii sabilillah. Serta motivasi Islam dalam perang adalah untuk melawan kezaliman dan kebathilan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.
2. Ketentuan Perang dalam Islam
a. Penghentian Peperangan
Apabila peperangan telah berlangsung, maka sedapat mungkin dicari cara bentuk penghentiannya, makin cepat berhenti adalah makin baik, karena makin sedikit korban, dan seperti telah diuraikan bahwa perang itu dilarang, karena kondisi darurat sesuai dengan kaidah fiqh:
“Kemudaratan harus dihilangkan.”
Oleh karena itu, upaya-upaya yang bermaksud untuk segera berhentinya peperangan menjadi penting. Penghentian peperangan bisa terjadi dengan berbagai kemungkinan anatara lain:
1. Peperangan bisa berhenti karena telah tercapainya tujuan perang, yaitu menyerahnya musuh yang diperangi seperti: mneyerahnya kaum kafir Quraisy ketika Rasulullah membebaskan kota Mekkah, contoh lain adalah menyerahnya Jerman dan Jepang kepada sekutu di dalam Perang Dunia II, mengakhiri peperangan yang terjadi waktu itu.
2. Perang juga bisa berhenti karena adanya perjanjian damai, Al-Qu‟an menyatakan: “Dan jika mereka (musuh) cenderung kepada perdamaian, maka kamu pun harus cenderung kepada perdamaian. Dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan jika manusia bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah menjadipelindungmu, Dialah yang memperkuat dengan pertolongannya dengan para mukminin.” (Q.S. Al-Anfal: 61-62).
b. Akhir Peperangan
Peperangan dapat berakhir dengan menyerahnya musuh dan perjanjian damai atau gencatan senjata. Apabila musuh telah menyerah, mereka tidak boleh diserang lagi dan kepada mereka dapat diberikan dua alternatif pilihan. Pertama, ajak mereka masuk Islam. Bila pilihan ini mereka terima, ajak mereka untuk pindah dari negeri mereka ke negeri Islam. Kalau mereka menerima tawaran ini, maka status dan kedudukan mereka sama dengan umat Islam lainnya. Mereka berhak mendapat harta rampasan perang. Tapi kalau mereka enggan hijrah, maka mereka tidak mendapat rampasan perang, kecuali kalau mereka ikut berperang bersama tentara muslim. Bila alternatif pertama pertama tidak mereka terima, musuh wajib diberi tawaran kedua, yaitu membayar jizyah. Jiwa dan harta benda mereka wajib dilindungi bila mereka telah membayar jizyah.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud, Nabi menyatakan bahwa beliau hanya diperintahkan memerangi musuh, sehingga mereka mengucapkan kalimat tauhid la ilaha illa Allah. Bila mereka telah mengucapkannya, maka jiwa dan harta mereka selamat dari beliau. Dalam hadis lain, Nabi pernah menugaskan dua orang sahabat untuk tinggal dibelakang setelah selesai perang. Mereka ditugaskan untuk mengecek kalau-kalau ada anggota pasukan yang masih tertinggal.
Namun dalam suasana damai ini, Allah juga mengingatkan dan mengisyaratkan supaya umat Islam waspada dan tetap siaga, kalau perjanjian damai ini hanya menjadi siasat musuh untuk memukul kembali tentara muslim. Allah juga mmerintahkan agar umat Islam berlaku lurus, selama musuh juga berlaku lurus (At-Tawbah, 9:7). Artinya, kalau merekamengkhianati perjanjian gencatan senjata tersebut, tidak ada artinya umat Islam mempertahankan isi perjanjian. Umat Islam harus bangkit melawan mereka yang mengkhianati perjanjian tersebut.

Hukum Perang dalam Islam (Qital)
A. Fardu Kifayah. Ini berarti berperang melawan musuh yang kafir atau musuh yang ingin mencelakakan Islam ke negeri tempat kediaman mereka. Wajiblah kaum Muslimin untuk pergi mendatangi tempat itu sebanyak yang diperlukan. Syarat fardu kifayah orang yang berperang adalah : beragama Islam,baligh, berakal, merdeka, laki laki, sehat, dan sanggup berperang. Sanggup berperang di sini bukan hanya dilihat dari sisi.kecakapan berperangnya saja tetapi juga mencakup bekal, belanja, senjata yang cukup serta sempurna anggota tubuh.
B. Fardu ‘Ain. Berperang ketika musuh yang kafir atau yang ingin menghancurkan Islam telah memasuki negeri kaum Muslimin. Hukum perang adalah wajib atau fardhu ‘ain dalam tiga hal, yaitu:
1) Apabila musuh telah menyerbu negeri umat Islam, dan dengan demikian fitnah menjadi merajalela.
2) Apabilah kepala negara telah memerintahkan ummat Islam untuk berangkat ke medan perang.
3) Apabila pasukan musuh telah berada dihadapan ummat Islam, maka haramlah ummat Islam lari dari medan perang.
     Nah, jikalau sudah dalam keadaan begini maka syarat-syarat berperang yang disebutkan dalam perang Fardu Kifayah di atas tidak diperlukan lagi karena setiap penduduk baik pria ataupun wanita dan anak-anak  memberikan perlawanan wajib mempertahankan diri dan menolak kedatangan musuh tersebut. Demikian juga penduduk dalam jarak dua hari dalam jarak perjalanan ke tempat pertempuran tersebut juga wajib memberikan pertolongan. Bahkan jikalau kekuatan kaum Muslimin belum mencukupi kekuatannya untuk menghadapi musuh, maka penduduk yang lebih jauhpun wajib memberikan pertolongan.

Artikel lainnya: HUKUM PERKAWINAN DAN KELUARGA DALAM BUKU I KUHPerdata

KESIMPULAN

Perang adalah sesuatu yang sangat tidak disukai manusia. Al-Qur‟an juga mengatakan hal demikian. Ketika menyebutkan perintah perang, Al-Qur‟an sudah menggarisbawahi bahwa perang merupakan sesuatu yang sangat dibenci manusia. peperangan hanya diizinkan Allah apabila umat Islam disakiti, diusir dari tanah air mereka sehingga mereka tidak dapat menjalankan agama mereka sebagaimana mestinya. Ini menunjukkan bahwa peperangan dalam Islam bukanlah untuk tujuan ofensif, melainkan defensif. Perang dalam islam juga memiliki adab dan ketentuan yang sudah jelas ada didalam Al-Quran dan Hadist. Dan hukum perang dalam islam bisa fardu kifayah dan fardu a’in tergantung pada latar belakang penyebab perang

DAFTAR PUSTAKA

Faisal, Zulfikar. (2016). “Etika dan  Konsep Perang dalam Islam”. Jurnal Vol.7, No.1
Junaidi, M. (2016). “Perang dan Jihad dalam Perspektif Fiqh Siyasah”. Jurnal law and Justice Vol.1, No.1, 1 (Oktober)