Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PEMILU DAN PARTAI POLITIK PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH

PEMILU DAN PARTAI POLITIK PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH


Pemilu pada tahun 1955 ini dilaksanakan saat  keamananan negara masih kurang kondusif. Beberapa beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII ( Darul Islam /Tentara islam indonesia) khususnya pimpinan kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini angkatan anggota nersenjata dan polisi juga memilih. Mereka mereka yang bertugas didaerah rawan digilir datang ketempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.

Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota nggota MPR dan Konstituante. Jumlah kursi MPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi konstituante berjumlah 520 ( dua kali lipat kursi MPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Sayangnya dari 10 kali ikut pemilu partai islam belum pernah keluar sebagai pemenang mungkin Terdengar agak sarkastis tetapi itulah kenyataannya meski Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan 82, 3% dari total penduduk beragama Islam tapi partai islam belum pernah meneguk kemenangan nyata.

padahal kuota Haji buat Indonesia di Arab Saudi selalu berada paling atas. Namun urusan aliran dan pilihan partai politik, ternyata tidk selalu sejalan dengan status beragama .

Artikel lainnya: DINAMIKA POLITIK ISLAM DI INDONESIA

SEJARAH PEMILU DAN PARTAI ISLAM INDONESIA


 Menurut Catatan sejarah Indonesia sejak merdeka sudah menyelenggarakan 10 kali pemilu 1955, 1971, 1977, 1982, 1997, 1997-1999 2004 dan 2009 dan semua pemilu selalu diikuti oleh partai islam meski dengan wujud yang bergonta-ganti.

Sayangnya dari 10 kali ikut pemilu partai islam belum pernah keluar sebagai pemenang mungkin Terdengar agak sarkastis tetapi itulah kenyataannya meski Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan 82, 3% dari total penduduk beragama Islam tapi partai islam belum pernah meneguk kemenangan nyata.

padahal kuota Haji buat Indonesia di Arab Saudi selalu berada paling atas. Namun urusan aliran dan pilihan partai politik, ternyata tidk selalu sejalan dengan status beragama

Pemilu partai pertama 1955: Masyumi dan NU


Meski belum merdeka negara belum lagi menyelenggarakan pemilu kecuali 10 tahun kemudian.
Mari kita telusuri bersama, pemilu prtama dilaksanakan tahun 1955. Saat itu yang jadi pemenangnya partai nasionalis indonesia (PNI).

PNI adalah sebuah partai berideologi sekuler yang saat itu jadi lawan dari partai partai islam. PNI atu partai nasional indonesia. Partai ii didirikan pada 4 juli 1927, awalnya bernama perserikatan indonesia dengan ketunya pada saat itu adalah Dr. Tjipto Mangun kusumo, Mr, sartono, Mr Iskaq Tjokrohadisuryo dan MrSunaryo. Pada tahun 1928, namanya berubah dari Perserikatan Nasional Indonesia menjadi Parta Nasional Indonesia.

Pemilu pada tahun 1955 ini dilaksanakan saat  keamananan negara masih kurang kondusif. Beberapa beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII ( Darul Islam /Tentara islam indonesia) khususnya pimpinan kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini angkatan anggota nersenjata dan polisi juga memilih. Mereka mereka yang bertugas didaerah rawan digilir datang ketempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.

Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota nggota MPR dan Konstituante. Jumlah kursi MPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi konstituante berjumlah 520 ( dua kali lipat kursi MPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Masyumi


Masyumi sendiri sebagai partai islam masa itu Cuma berada diurutan kedua dan Nahdatul Ulama berada diurutan ketiga. Lima besar dalam pemilu ini adalah Partai Nasioanal Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.

Sayangnya, lima tahun kemudian, pada tahun 1960 Masyumi malah disuruh membubarkan diri oleh soekarno yangjadi lawan politiknya. Ancamannya, kalu tidak mau membubarkan diri, maka akan dicap sebgai partai terlarang. Agak tragis dan menyakitkan memang, tetapi bgitulah politik.Sementara posisi partai NU saat itu agak aman meski juga sempat terancam juga.

Partai mejelis syuro muslimin indonesia atau Masyumi adalah sebuah partai politik yang berdiri pada tanggal 7 november 1945 di Yogyakarta. Partai ini didirikan melalui sebuah kongres Umat Islam pada 7-8 November 1945, dengan tujuan sebgai partai politik yang dimiliki oleh umat islam dan sebgai Partai penyatu umat Islam dalam bidang Politik.

Masyumi khirnya dibybarkan pada presiden soekarno pada tahun 1960 dikarenakan tokoh-tokohnya dicurigai terlibat dalam gerakan pemberontakan dari dalam pemerintah revolusioner republik indonesia (PRRI).

Awalnya masyumi pada zaman penduduk jepang blum menjadi partai namun merupakan federasi dari empat organisasi islam yang di ijinkan pada masa itu, yaiu Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatan Uamat Islam, dan Persatuan Umat Islam Indonesia.

Nahdlatul Ulama

Nahdlatul ulama (NU) adalah sebuah salah satu organisasi massa islam yang sangat berperan dalm pembentukan Masyumi. Tokoh NU, KH Hasyim Asy’arie, terpilih sebgai pemimpin tertinggi Masyumi saat itu. Tokoh-tokoh NU lainnya banyak yang duduk dalam kepengurusan Masyumi dan karenanya ketelibatan Nu dalam maslah politik menjadi sulit dihindari. 

Nahdlatul ulama kemudian kelur dari masyumi melalu surat keputusan pengurus besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada tanggal 5 April 1952 akibat adanya pergesekan politik diantara kaum intelektual Masyumi yang ingin melokalisasikan para kyai NU pada persoalan agama saja.

Hubungan antara Muhammadiyah dangan Masyumi mengalami pasang surut secara politisi, dan sempat merenggang pada saat pemilu 1955. Muhammadiyah pun melepaskan keanggotaan istimewanya pada Masyumi menjelag pembubaran masyumi pada tahun1960.

Dalam pemilu tahun 1955, prtai Nahdltul Ulama duduk pada peringkat ketoga setelah PNI dan Masyumi. Pertam kali NU terjun pada plitik praktis pada saat menyatakan pemisahan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPRD dan 91 kursi konstituante.

Pada masa demokrasi terpimpin NU dikenal sebgai partai yang mendukung soekarno, setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai salah satu golongan yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Ansor


Pemilu Kedua 1971 : NU


Kita pindah ke pemilu kedua yang diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 juli 1971. Pemilu ini adalah pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 9 partai politik dan 1 organisasi masyarakat. Lima besar dalam golongan karya, NU, Parmusi, PNI, dan Partai syarikat Islam Indonesi.

Pada pemilu ke 2 ini soekarno sudah tumbang dan PKI sudah dibubarkan. Penguasa yang baru adalah soeharto, yang mendirikan Golkar sekaligus menjadikan Golkar sebagai pemenang. Saat itu sudah tidak ada Masyumi dan partai islam terbesar saat itu adalah NU. 

Dan di tahun 1971 ini NU duduk du urutan kedua. Namun meski duduk diurutan kedua, posisi NU secara jumlah perolehan suara dan jumlah kursi jauh tertinggal di bawah Golkar. Sayangnya tahun 1975, soeharto meremukkan semua partai termasuk partai islam. 

Melalui UU no 3 Tahun 1975 tentang partai politik dan Golkar, di adakan fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik, yaitu (partai persatuan pembangunan dan partai demokrasi indonesia) dan satu Golongan karya.

Maka partai Islam mulai era ini sudah tidak ada lagi kecuali hany satu saja, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Di dalamnya ada banyak unsur yang merupakan gabungan dari semua partai Islam sebelumnya. Pendeklarasian PPP di lakukan pada tanggal 5 januari 1973, yang merupakan hasil gabungan dari empat partai keagamaan yaitu partai NU, partai serikat Islam Indonesia, perti dan Permusi.

Ketua sementara saat itu adalah H.M.S Mintaredja SH. Penggabungan keempat parai keagamaan tersebut bertujuan untuk penyederhanaan sistem kepartaian diindonesia dalam menghadapi pemilihan umum pertama pada masa orde baru.

PARTAI POLITIK


Proses Sejarah Partai Politik

Istilah partai atau hizb sebagaiman yang tercantum di dlam nash-nash syariah, Al Quran dan As sunnah, tentu tidak identik dengan istilah partai yang dikenal dimasa sekarang ini.Tentu akan menjadi kekeliruan besar ketika kita menilai sesuatu hanya berdasarkan kesamaan istilah saja, tanpa melihat secara lebih mendalam penggunaan istilah dari masing-masing penyebutan.


Lahir di barat


Partai politik yang kita kenal sekarang ini tidak sama denga istilah hizb atau ahzab yang ada dalam nash-nash syariah. Partai politik secara istilah dunia politik modern tidak lain adalah kekuata politik yanga di didalam suatu negara.

Awal mula kelahiran partai poitik di dudia belahan barat pada permulaan abad ke-18. Namun saat itu keberadaan partai politik lebih merupakan bentuk upaya memepertahankan kepentingan segelintir golongan bangsawan terhadap tuntutan raja.

Sedangkan partai politik yang berbasis massa seprti yang kita kenal sekarang ini , lahir di Amerika. Di masa itu ada partai federalis atau The Wigs, kemudian dilanjurkan dengan partai Republik pada tahun 1860.

Menyebar ke Timur dan Dunia Islam


Perkembangan selanjutnya, pola partai politik ini kemudian menyeruak ke berbagai negeri jajahan di Benua Asia dan Afrika, yaitu negeri-negeri yang baru merdeka. Partai politik di negeri jajahan sering berperan sebagai aktor pemersatu rakyak yang bertujuan untuk mendapatkan kemerdekaan. 

Pada masa selanjutnya, partai politik diterima sebagai suatu lembaga penting, terutama dinegra-negara yang berdasarkan sistem demokrasi konstitual, yaitu sebagai kelengkapan demokrasi suatu negara.
Partai Politik di Masa Modern

Dan pada masa  modern kini, wujud partai politik sudah berubah lagi menjadi sarana untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan politik, agar dapat mempengaruhi kebijakan umum dari kehidupan bernegara.

Oleh karen perbedaan wujud partai politik dari masa ke masa inilah maka kajian partai politik lewat penggunaan istilah hizb atau azhab di dalam nash-nash syariah menjadi sangat lemah dan rentan, sebab boleh jadi memang namanya sama , tetapi wujud dan realitanya sudah terlalu amat jauh berbeda.
Dan dalam kajian ini, ketika kita membahas istilah partai politik, tentu sama sekali jauh dari apa yang dimaksud dengan kata hizb dalam Al Quran dan As Sunnnah.

Pendapat Yang Mengharamkan Partai Politik 


Pendapat pertam adalah kalangan ulama dan umat islam yang memandang bahwa partai politik itu hukum haram. Ada sejumlah penulis terkenal yang mendunkung keharamannya, serta beberapa dalil yang umumnya dijadikan landasan.

Tokoh


diantara tokoh ulama penulis dimasa kini yang berpandangan haramnya partai politik adalah :

Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri


Ulama besar india ini termasuk salah satu yang mengharamkan partai politik, sebagaimana yang beliau tulis dalam bukunya yang berjudul : Al- Ahzab As-siyasah Fil Islam


Syeikh Bakr Abu Zaid


Beliau menulis buku yang berjudul: Hukmu al-intima’ ila ahzab wal firaq wal jma’ at al-islamiyah


Dr. Fathi Yakan


Salah satu pentolan jamaah Al –Ikwan Al-Muslimun di Libanon ini menulis kitab-kitab yang berjudul : Abjdiyyat At-Taashawwur Al-Islami

Dalil-Dalil 

Sedangkan dakil-dalil keharaman partai politik cukup banyak dikemukakan, sebagaimana diantaranya dalil-dalil berikut ini :

Anak Kandung Demokrasi Yang Diharamkan


Haramnya partai politik tidak bisa dipungkiri kerana pada kenyataanya partai politik itu dalah anak kandung demokrasi. Bila diibaratkan pohon, maka partai politik adalah buah-buah dari demokrasi.
Menurut para pendukung pendapat ini, demokrasi sendiri sebagai induknya sudah haram. 

Karena demokrasi sendiri berbeda secara tajam dengan Islam 180 derajat. Bahkan level perbedaannya sudah samapai ke level aqidah yang paling dasar. Maka produk atau anak kandungnya pun pasti haram juga. Sebgaimana anak anjing itu najis disebabkan oleh njisnya si induk.

Nash Umumnya Mencela Istilah ‘Partai’


Ketika menyebut istilah partai, Al quran dan Sunnah Rasulullah SAW umumnya datang dengan Nash-nash mencela keberadaannya.lepas dari perbedaanya definisi dan pengertiannya, namun penggunaan istilah al-hizbu  saja sudah negatif dalam nash-nash syariah.

Ibarat seorang kiyai memakai pakaiana khas koboy yang sudah dicap sebgai pakaian orang kafir, meskipun yang memakainya seorang muslim, Tetapi tetap akan menimbukan fitnah bagi orang-orang yang tidak tahu.

Melahirkan Perpecahan Umat


Haramnya partai karena pada umumnya akan melahirkan banyak perpecahan di tubuh umat islam itu sendiri, khususnya bila partai-partai islam itu lebih dari satu. Tenru akan menimbulkan persaingan, baik secara sehat atua secraa tidak sehat. Para elit dan tokoh di level atas mungkin masih bisa beramah-tama dan berbasah-basi. Tetapi kalangan akar rumput di lapangan slalu kesulitan menata jiwa ukhuwwah sesama partai islam.

Bahkan lebih para lagi, seringkali persaingan yang melahirkan perseteruan itu malah terjadi di dalam satu partai. Dan semua itu nyaris tidak bisa disangkal, lantaran kita semua menjadi saksi hidup, bagaiman partai-partai islam itu remuk dan pecah didalam, lantas menelurkan partai-partai baru kecil-kecil. Bukan cuma anaknya yang keci, induknya pun juga ikut mengecil.


Haramnya Meminta Jabatan


Ada hadist Nabi SAW yang amat tegas tentang larangan meminta jabatan. Abu Musa Al Asy’ari berkata bahwa beliau dan dua orang masuk menemui Rasulullah SAW. Salah seorang berkata, “berikan kami jabatan ya rasulullah”. Temannya juga mengatakan hal yang sama. Nabi SAW pun menjawab:

“kami tidak memberikan jabatan ini kepada orang yang memintanya dan juga tidak kepada mereka yang tamak atasnya”. ( HR. Bukhari dan Muslim)

Banyak Maksiat


Resiko yang nyaris tidak bisa ditolak adalah dengan semakin dalamnya penetrasi para aktivis dakwah masuk ke dunia partai politik, adalah resiko terkena cabang-cabang kemaksiatan yang sulit dihindari. Semua itu terjadi karena semakin cairnya para politisi bermain main di wilayah abu abu, sehingga nyaris tidak ada lagi garis batas pembeda antara para pejuang kebenaran dan penegak kebatilan. Keduanya nyaris bertemu di meja yng sama, dan sam sam punya kepentingan bersama. 

Maka angka berjatuhannya para politisi muslim di lembah maksiat tidak terhindar lagi, bentuknya bisa bermacam-macam, salah satu maksiat di bidang korupsi dan penggelapan uang rakyat. Bahkan juag ada yang jatuh di lembah zina yang kotor, karena duania politik itu kotor.

SISTEM PARTAI POLITIK INDONESIA


Menurut ramlan subekti ( 1992: 45 ), sistem kepartaian adalah pola perilaku dan interaksi di antara partai olitik dalam suatu sistem politik. Adapun menurut Austin Ranney (1990:23), sistem kepartaian adalah pemahaman terhadap karakteristik umum konflik partai dalam lingkungan dimana mereka berkiprah yang dapat di golongkan menurut kriteria.

Sistem kepartaian indonesia menganut sistem partai, aturan ini tersirat dalam pasal 6A (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gaungan partai politik. Frasa gabungan partai politik mengisyaratkan paling tidak ada dua partai atau lebih yang bergabung untuk mengusung seorang calon pasangan presiden dan wakil presiden dan bersaing dengan calon lain yang diusulkan partai-partai lain. Ini artinya sistem kepartaian di indonesia harus diikuti minimal 3 partai politik atau lebih

KESIMPULAN


Istilah partai atau hizb sebagaiman yang tercantum di dlam nash-nash syariah, Al Quran dan As sunnah, tentu tidak identik dengan istilah partai yang dikenal dimasa sekarang ini.Tentu akan menjadi kekeliruan besar ketika kita menilai sesuatu hanya berdasarkan kesamaan istilah saja, tanpa melihat secara lebih mendalam penggunaan istilah dari masing-masing penyebutannya

Artikel lainnya: Teori – Teori Hukum Pidana

DAFTAR PUSTAKA

AbdulAziz Thaha, islam dan negara dalam politik Orde Baru,GIP, 1996
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan (18): Negara,2017
Rassyid Hatamar, Pengantar Ilmu Politik Barat dan Islam,2017