Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KONSEPSI HAM DALAM SIYASAH


Manusia diciptakan oleh  Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi ini. Untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi sebagai khalifah maka manusia harus mengerti terlebih dahulu hak-hak asasi pada setiap manusia, hak asasi manusia merupakan hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia dilahirkan. Tanpa adanya Hak asasi tersebut  akan sangat mustahil sekali bagi kita dapat hidup sebagai manusia, hak asasi ini diperoleh manusia dari sang pencipta yakni Tuhan Allah yang maha esa dan merupakan hak yang tidak bisa diabaikan.
Namun demikian, tuntutan atas hak-hak asasi manusia itu terus berlangsung. Sebagaimana jerit tangis untuk mecari keadilan dalam makna apa pun, tuntutan-tuntutan itu bermuara dari adanya rasa tertekan dan ketidak puasan  yang turut mendorong keputusan bahwa segala sesuatu bisa, dan memang seharusnya menjadi lebih baik dari keadaan kini. Dalam sudut pandang islam hak asasi manusia sudah diatur berdasarkan pada al-Qur’an dan hadits yang merupakan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia yang ada di bumi pada umumnya dan umat islam khususnya.
Oleh karena itu umat manusia pada umumnya dan umat islam pada khususnya apabila tidak ingin hak-haknya dirampas oleh orang lain , maka hendaknya ia harus mengetahui hak-haknya dan selalu memeperjuangkannya selama tidak mengambil atau melampaui batas dari hak-hak orang lain. Dalam makalah ini akan di jelaskan tentang hak-hak asasi manusia menurut agama Siyasah

Rumusan Masalah

Bagaimana Konsepsi HAM menurut Siyasah?
Bagaimana HAM dalam ajaran Islam?

Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui Konsepsi HAM Menurut Siyasah
Untuk Mengetahui HAM dalam Ajaran Islam

Pembahasan

Konsepsi HAM menurut Siyasah

Pada dasarnya, semua Rasul dan Nabi adalah pejuangpejuang penegak hak asasi manusia yang paling gigih. Mereka tidak hanya sekedar membawa serangkaian pernyataan akan hak-hak asasi manusia sebagaimana termuat dalam Kitab-kitab Suci, seperti Zabur, Taurat, Injil, dan Al-Qur’an, akan tetapi sekaligus memperjuangkannya dengan penuh kesungguhan dan pengorbanan.
Al-Qur’an menegaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Di samping mengajarkan hubungannya dengan sang Pencipta juga menegaskan tentang pentingnya hubungan antar manusia Hubungan Islam dengan HAM, dari ajaran pokok tentang HabluminAllah dan Hablumminanas, muncul dua konsep hak, yakni hak manusia dan hak Allah. Setiap hak saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi hak manusia dan juga sebaliknya.

Konsep Islam mengenai kehidupan manusia ini didasarkan pada pendekatan teosentris atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatNya sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat atau wargaNegara.
Oleh karena itu, konsep Islam tentang HAM berpijak pada tauhid, yang pada dasarnya, di dalamnya mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia yang oleh Harun Nasution disebut sebagai ide peri kemakhlukan. Ide peri kemakhlukan memuat nilai-nilai kemanusiaan dalam arti sempit. Ide peri kemakhlukan mengandung makna bahwa manusia tidak boleh sewenang-wenang terhadap sesama makhluk termasuk juga pada binatang dan alam sekitar.

Berdasarkan tingkatannya, Islam mengajarkan tiga bentuk hak asasi manusia, yaitu:

  • Hak darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya, bahkan hilang harkat kemanusiaannya, misalnya kematian.
  • Hak hajy (hak sekunder). yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhiakan berakibat pada hilangnya hak-hak elementer, misalnya hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak, maka akan rnengakibatkan hilangnya hak hidup.
  • Hak tahsiny, yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder
  • Dalam Piagam Madinah, paling tidak ada dua ajaran pokok yang berhubungan dengan HAM, yaitu pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa; dan hubungan antara komunitas muslim dengan nonmuslim didasarkan pada prinsip
  • Berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga
  • Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
  • Membela mereka yang teraniaya 
  • Saling menasehati
  • Menghormati kebebasan beragama
  • Atas dasar itu, Islam sejak jauh-jauh hari mengajarkan bahwa pandangan Allah semua manusia adalah sama derajatnya. Yang membedakan manusia adalah tingkat kesadaran moralitasnya, yang dalam perspektif Islam disebut “nilai ketaqwaannya”. Apalagi manusia diciptakan untuk merepresentasikan dan melaksanakan ajaran Allah di muka bumi, sudah barang tentu akan semakin memperkuat pelaksanaan HAM. Oleh karena itu, jika harkat dan martabat setiap peroranganatau manusia harus dipandang dan dinilai sebagai cermin, wakil, atau representasi harkat martabat seluruh umat manusia, maka penghargaan dan penghormatan kepada harkat masing-masing manusia secara pribadi adalah suatu amal kebajikan yang memiliki nilai kemanusiaan universal. Demikian pula sebaliknya pelanggaran dan penindasan kepada harkat dan martabat seorang pribadi adalah tindak kejahatan kepada kemanusiaan universal, suatu dosa yang amat besar. Harkat danmartabat itu merupakan hak dasar manusia, tentu dengan pemenuhan keperluan hidup primerya berupa sandang pangan dan papan.

HAM Dalam Ajaran Islam

Islam menempatkan manusia pada posisi yang sama, tidak membedakan warna kulit, ras, keturunan, geografis dan sebagainya. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari, mengisahkan seorang sahabat yang bernama Abu Dzar AlGhifari. Saat itu ia bersama–sama dengan orang hitam seraya menghinanya dan memarahinya. Ia hardik orang itu dengan berkata, “wahai anak orang hitam!”. Rasulullah mendengar kata– kata yang tajam itu, beliau murka dan bersabda, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau menghinanya karena ibunya berkulit hitam? Sesungguhnya engkau orang jahiliyah. Semuanya itu sama tanpa perbedaan. Anak kulit putih tidak lebih baik dari pada anak kulit hitam, melainkan yang membedakan adalah ketaqwaan dan amal shaleh”. Dengan penuh penyesalan abu dzar terhentak dengan kata–kata Rasulullah, lalu ia tundukkan mukanya dan ditempelkan pipinya dengan tanah, kemudian berkata kepada anak orang hitam tadi, “Injaklah pipiku ini!”. Islam sangat menghormati persamaan hak. Perbedaan antara si kaya dan si miskin serta perbedaan garis kekeluargaan, tidak mempengaruhi proses keadilan di masyarakat. Sebagaimana firman Allah: “wahai orang–orang yag beriman. Jadilah kamu orang yang benar – benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu, bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemashlahatannya.” (QS. An-Nisa: 135). Hal ini diperkuat dengan sabda Rasulullah, “Sesungguhnya telah hancur kaum sebelum kamu karena bila diantara orang mulia mencuri dibiarkan dan bila orang kecil mencuri diberi hukuman. Demi Allah bila saja fatimah binti muhammad mencuri, maka aku akan potong tangannya (HR. Bukhari).
Dalam masalah kebebasan; baik berfikir maupun berbuat, Islam memberikan keluasaan selebar–selebarnya. Bahkan Syeikh Muhammad al-Ghazali mengatakan, “kita menolak seluruh pemahaman Islam yang berjauhan dengan logika dan fitrah manusia”. Manusia memiliki akal yang dipergunakan untuk menilai dan melihat alam sekitarnya. Allah memberikan kebebasan mengutarakan pendapat, mengkritik dan meluruskan langkahlangkah negara. Kalau kita membuka lembaran sejarah, banyak statement dan langkah khalifah yang mencerminkan jiwa demokratis. Kisah Umar bin khatab yang marah saat mendengar bahwa al-Mughirah bin Syu’bah ingin menobatkan anaknya Abdullah sebagai penerus jabatan ayahnya. Seperti halnya kemarahan Umar bin Abdul Aziz ketika mendengar Malik bin Umayah ingin mewariskan jabatannya kepada anaknya sendiri.

Kebebasan berfikir ini dilandasankan pada akal yang sehat dan jernih. Kesadaran yang tinggi, akal yang jernih serta hati yang lapang akan mengarahkan manusia pada jalan yang benar. Firman Allah: “Dan katakanlah kebenaran itu datangnya dari Tuhan, barang siapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman dan barang siapa yang ingin kafir biarlah ia kafir”. (QS. Al-Kahfi: 29).
Tugas Rasulullah dalam membawa misi illahi tetap menghormati kebebasan dalam beragama. Wahyu yang dibawanya tidak pernah memaksa manusia dengan kekerasan. Firman Allah: “Kami lebih menggetahui apa yang mereka katakan dan kamu bukanlah sekali – sekali seseorang yang pemaksa terhadap mereka, maka berilah peringatan dengan al-Qur’an orang yang takut kepada ancaman-Ku. (QS. al-Qaf: 45). “Dan beri peringatan karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka”. (QS. al-Ghasiyah: 21-22). “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”. (QS.  al- Kafirun: 6).
Dalam hak suaka politik, Islam juga telah mensyilalir dan juga dan membahasnya, sebagaimana Firman Allah. “Dan orang– orang beriman yang berhijrah, berjihad dijalan Allah dan orang–orang yang memberi tempat kediaman serta memberi pertolongan (kepada orang–orang muhajirin) mereka itulah orang–orang yang benar–benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rizki yang mulia”. (QS. Al-Anfal: 74). Dalam hak kebebasan Ekonomi dari gangguan orang lain, Rasulullah bersabda: “Sebaik–baik orang yang memakan adalah yang berasal dari hasil keringatnya sendiri, Sesungguhnya Nabi Daud memakan dari hasil usahanya sendiri”. Dan masih banyak lagi ayat serta hadist yang menerangkan eksistensi HAM dalam perspektif islam.

Kesimpulan

Al-Qur’an menegaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Di samping mengajarkan hubungannya dengan sang Pencipta juga menegaskan tentang pentingnya hubungan antar manusia Hubungan Islam dengan HAM, dari ajaran pokok tentang HabluminAllah dan Hablumminanas, muncul dua konsep hak, yakni hak manusia dan hak Allah. Setiap hak saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi hak manusia dan juga sebaliknya.
Dalam masalah kebebasan; baik berfikir maupun berbuat, Islam memberikan keluasaan selebar–selebarnya. Bahkan Syeikh Muhammad al-Ghazali mengatakan, “kita menolak seluruh pemahaman Islam yang berjauhan dengan logika dan fitrah manusia”. Manusia memiliki akal yang dipergunakan untuk menilai dan melihat alam sekitarnya. Allah memberikan kebebasan mengutarakan pendapat, mengkritik dan meluruskan langkahlangkah negara. Kalau kita membuka lembaran sejarah, banyak statement dan langkah khalifah yang mencerminkan jiwa demokratisKisah Umar bin khatab yang marah saat mendengar bahwa al-Mughirah bin Syu’bah ingin menobatkan anaknya Abdullah sebagai penerus jabatan ayahnya. Seperti halnya kemarahan Umar bin Abdul Aziz ketika mendengar Malik bin Umayah ingin mewariskan jabatannya kepada anaknya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman kasdi, “Maqasid Syari’ah dan Hak Asasi Manusia”, Jurnal Penelitian, Vol. 8, 2014, Hal 263
Eggi Sudjana, HAM dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Nuansa Madani, 2002),
Said Aqiel Siradj, Hak atas Keadilan dalam Wacana Islam, (Jakarta: ELSAM, 1998 )

Artikel lainnya: PEMBAGIAN NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN PERFEKTIF HUKUM TATA NEGARA