Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Persaingan Usaha

Ilustrasi persaingan usaha

Dalam hal ekonomi, persaingan atau kompetisi merupakan suatu hal yang lumrah dilakukan para pedagang (penjual), yang mana mereka bersaing dan sama-sama berusaha untuk mendapatkan keuntungan, pangsa pasar, dan jumlah penjualan. Para penjual biasanya berusaha untuk mengungguli persaingan usaha dengan cara membedakan harga dagang, produk, distribusi dan promosi yang mereka berikan. Dalam teori mikroekonomi, persaingan dalam suatu pasar dapat dibedakan menjadi dua yakni persaingan sempurna dan persaingan tidak sempurna.

Baca juga : Pengawasan Dalam Hukum ADMINISTRASI NEGARA dan Pertanggungjawaban Pemerintah Dalam Hukum Administrasi

Dalam persaingan usaha terdapat praktik persaingan usaha yaang dilarang, contohnya dalam Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel dan persekongkolan yang dapat menyebabkan persaingan tidak sehat. Dalam persaingan usaha terdapat suatu komponen yang biasa dinamakan dengan pangsa pasar, yang merupakan sebuah strategi pemasaran yang mencakup sasaran pemasaran yang luas menjadi kumpulan dari beberapa bagian yang kecil, yakni konsumen, bisnis dan negara yang memilki kebutuhan umum atau kepentingan dan memilki prioritas, kemudian merancang strategi untuk menjadikannya sasaran.

Rumusan Masalah

  • Bagaimana Pengertian dari Persaingan Usaha?
  • Bagaimana Sejarah dari Persaingan Usaha?
  • Bagaimana Prinsip dalam Persaingan Usaha?
  • Bagaimana Penerapan dari Pendekatan Perse Illegal dan Rule of Reason dalam Hukum Persaingan?
  • Bagaimana Perjanjian dan Kegiatan yang dilarang dalam Persaingan Usaha?
  • Bagaimana Posisi Dominan dan Merger yang ada dalam Persaingan Usaha?
  • Bagaimana Pengecualian dalam Persaingan Usaha?

Tujuan Penulisan


  • Untuk Mengetahui Pengertian dari Persaingan Usaha.
  • Untuk Mengetahui Sejarah Pada Persaingan Usaha.
  • Untuk Mengetahui Prinsip Apa Saja yang ada dalam Persaingan Usaha.
  • Untuk Mengetahui Penerapan yang ada dari Pendekatan Perse Illegal dan Rule of Reason dalam Hukum Persaingan.
  • Untuk Mengetahui Perjanjian dan Kegiatan yang dilarang dalam Persaingan Usaha.
  • Untuk Mengetahui Posisi Dominan dan Merger yang ada dalam Persaingan Usaha.
  • Untuk Mengetahui Bagaimana Pengecualian yang ada dalam Persaingan Usaha.

PEMBAHASAN

Pengertian Persaingan Usaha

Secara etimologi, persaingan berasal dari bahasa Inggris yaitu competition yang berarti persaingan atau kegiatan bersaing, kompetisi. Dalam kamus manajemen, persaingan merupakan usaha dari dua pihak atau lebih perusahaan yang masing-masing berusaha untuk mendapatkan pesanan dengan menawarkan harga atau syarat yang paling menguntungkan. Persaingan usaha tersebut dapat berupa pemotongan harga, iklan maupun promosi lainnya dengan variasi dan kualitas pasar yang baik. Dalam hal ekonomi, persaingan merupakan bersaingnya para penjual yang sama-sama berusaha untuk  mendapatkan keuntungan dari jumlah penjualan. Menurut Adam Smith dalam bukunya yang berjudul The Wealth of Nations, persaingan kan mendorong alokasi faktor produksi ke arah penggunaan yang paling bernilai tinggi dan efisien. Proses tersebut sering disebut dengan tangan tak terlihat (invisible hand).

Sejarah Persaingan Usaha

Dalam bidang perekonomian, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 yang menghendaki kemakmuran masyarakat secara merata, bukan kemakmuran secara individu. Secara yuridis melalui norma hukum dasar (state gerund gezet), sistem perekonomian yang diinginkan adalah sistem yang menggunakan prinsip keseimbangan, keselarasan, serta memberi kesempatan usaha bersama bagi setiap warga negara. Sehubungan dengan ketentuan Pasal 33 UUD 1945 di atas, Mohammad Hatta berpendapat bahwa demokrasi ekonomi bertujuan untuk mewujudkan kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran individu yang dibolehkan dalam sistem kapitalis. Dengan demikian, Hatta mengidentikkan demokrasi ekonomi dengan kemakmuran masyarakat dan bukan kemakmuran individu. Dengan kata lain, demokrasi ekonomi sama dengan tidak adanya kesenjangan ekonomi atas terwujudnya keadilan ekonomi dalam masyarakat.

Pembangunan ekonomi Indonesia haruslah bertitik tolak dan berorientasi pada pencapaian tujuan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang diwujudkan melalui demokrasi ekonomi sebagaimana dikehendaki berjalan seiring dengan kehendak untuk menciptakan demokrasi plitik, dimana rakyat Indonesia berdaulat di tanah dan negerinya sendiri, yakni Indonesia.Kemajuan pesat dalam bidang perekonomian yang dialami Indonesia pada tahun 1970-an. Dimana industrialisasi berkembang dengan maju dan cepat dengan dukungan peran pemerintah yang cukup ekstensif dalam bidang perekonomian. Hanya saja dukungan itu diberikan oleh pemerintah dengan memberikan kemudahan, fasilitas atau dukungan regulasi yang memihak kepada beberapa pelaku usaha untuk melakukan monopoli dalam berusaha. Gagasan akan perlunya Undang Undang Anti Monopoli dan Persaingan curang pernah disampaikan, oleh para pakar di bidang ekonomi dan hukum ekonomi, setidak-tidaknya sejak ditetapkannya Undang Undang No.5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian. Pada Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3), menyatakan bahwa pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan tehadap industri untuk mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik, secara sehat dan berhasil guna mencegah pemusatan atau pengasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. Dalam kenyataannya pelaksanaan Pasal tersebut tidak pernah dilaksanakan atau dibuat kebijakan yang mendukung pelaksanaan pasal tersebut di atas. Selama 15 (lima belas) tahun terakhir, keadaan ekonomi yang terjadi di Indonesia adalah tindakan-tindakan yang bersifat monopolistik dan tindakan-tindakan persaingan usaha yang curang (Unfair business practices). Salah satu dari berbagai faktor penyebab rapuhnya perekonomian adalah karena Indonesia tidak mengenal kebijakan persaingan (competition policy) yang jelas dalam menentukan batasan tindakan pelaku usaha yang menghambat persaingan dan merusak mekanisme pasar, termasuk pula dalam hal ini tidak adanya kebijakan persaingan yang dapat mengimbangi fenomena ekonomi dan kegiatan usaha di  Indonesia. Akibatnya, dalam kurun waktu 30 tahun terakhir beberapa pelaku usaha telah melakukan perbuatan-perbuatan yang jelas bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat dan pada saat yang sama pelaku usaha juga tidak pernah diperkenalkan dengan budaya persaingan sehat padahal persaingan itu sendiri secara alamiah melekat pada dunia usaha.

Pada masa orde baru, sistem ekonomi dilindungi dengan sentralisasi yang kuat, kebijakan bersifat monopoli, perburuan rente ekonomi pemberian lisensi khusus untuk golongan tertentu saja. Politik dan kebijakan ekonomi seperti itu menghasilkan kesenjangan antar golongan kecil yang mendapat kesempatan khusus dari kekuasaan dengan masyarakat luas yang kehilangan akses terhadap sumber-sumber ekonomi. Pada masa itu, berbagai kasus monopoli terjadi, misalnya kasus monopoli perdagangan tepung terigu, maupun kasus monopoli pemasaran baja, pengadaan mobil nasional, dan berbagai jenis produk lainnya. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan salah satu produk undang-undang yang dilahirkan atas desakan dari International Monetary Fund (IMF) sebagai salah satu syarat agar pemerintah Indonesia dapat memperoleh bantuan dari IMF guna mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
Pemikiran demokrasi ekonomi perlu diwujudkan dalam menciptakan kegiatan ekonomi yang sehat, maka perlu disusun Undang-undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat. Ketentuan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 33 pada tanggal 5 maret 1999 dan berlaku secara efektif 1 (satu) tahun sejak diundangkan.

Prinsip Persaingan Usaha

Pendekatan rule of reason dan per se illegal telah lama diterapkan dalam bidang hukum persaingan usaha untuk menilai apakah suatu kegiatan maupun perjanjian yang dilakukanoleh pelaku usaha telah atau berpotensi untuk melanggar UU Antimonopoli. Kedua pendekatan in pertama kali tercantum dalam beberapa suplemen terhadap Sherman Act 1980,yang merupakan UU Antimonopoli AS, dan pertama kali diimplementasikan oleh MahkamahAgung Amerika Serikat pada 1899 (untuk per se illegal) dan pada 1911 (untuk rule of reason)dalam putusan atas beberapa kasus antitrust. Sebagai pioneer dalam bidang persaingan usaha,maka pendekatan-pendekatan yang diimplementasikan di AS juga turut diimplementasikan oleh negara-negara lain sebagai praktik kebiasaan (customary practice) bidang persaingan usaha.
Demikian halnya dengan Indonesia, dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan PraktekMonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pendekatan rule of reason dapat diidentifikasikan melalui penggunaan redaksi “ yang dapat mengakibatkan ” dan atau “ patutdiduga”. Kata-kata tersebut menyiratkan perlunya penelitian secara lebih mendalam, apakahsuatu tindakan dapat menimbulkan praktek monopoli yang bersifat menghambat persaingan.Sedangkan penerapan pendekatan per se illegal biasanya dipergunakan dalam pasal-pasal yang menyatakan istilah “dilarang”, tanpa anak kalimat “…yang dapat mengakibatkan…”. Berdasarkan hal-hal tersebut maka KPPU juga menerapkan kedua pendekatan ini dalam pengambilan keputusan atas perkara-perkara persaingan usaha. Pentingnya pendekatan-pendekatan rule of reason dan per se illegal dalam persaingan usaha,antara lain:

  1. Rule of reason.                                Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usahatertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifatmenghambat atau mendukung persaingan.Pendekatan ini memungkinkan pengadilan melakukan interpretasi terhadap UU seperti mempertimbangkan faktor-faktor  kompetitif dan menetapkan layak atau tidaknya suatuhambatan perdagangan. Hal ini disebabkan karena perjanjian-perjanjian maupun kegiatanusaha yang termasuk dalam UU Antimonopoli tidak semuanya dapat menimbulkan praktekmonopoli atau persaingan usaha tidak sehat atau merugikan masyarakat. Sebaliknya, perjanjian-perjanjian maupun kegiatan-kegiatan tersebut dapat juga menimbulkan dinamika persainga usaha yang sehat. Oleh karenanya, pendekatan ini digunakan sebagai penyaringuntuk menentukan apakah mereka menimbulkan praktek monopoli atau persaingan usahayang tidak sehat atau tidak.
  2. Perr se illegal                                                    Pendekatan perr se ilegal menyatakan setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian ataukegiatan usaha tersebut. Kegiatan yang dianggap sebagai per se illegal biasanya meliputi penetapan harga secara kolusif atas produk tertentu, serta pengaturan harga penjualankembali. Jenis Perilaku yang digolongkan sebagai per se illegal adalah perilaku-perilakudalam dunia usaha yang hampir selalu bersifat anti persaingan, dan hampir selalu tidak pernah membawa manfaat sosial. Pendekatan per se illegal ditinjau dari sudut prosesadministratif adalah mudah. Hal ini disebabkan karena metode ini membolehkan pengadilanuntuk menolak melakukan penyelidikan secara rinci, yang biasanya memerlukan waktu lamadan biaya yang mahal guna mencari fakta di pasar yang bersangkutan. 


Penerapan Pendekatan “Perse Illegal” dan Rule of Reason” dalam Hukum Persaingan 

A. Penerapan Pendekatan Per Se Illegal
Penerapannya seperti pada contoh perjanjian yang dilarang secara per se illegal dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1999 yakni mengenai perjanjian penetapan harga (Price fixing) yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan, yang sama”.

B. Penerapan Pendekatan Rule of Reason
Penerapan pendekatan rule of reason ini melalui keputusan KPPU melakukan penyelidikan atas perkara-perkara tertentu, seperti contoh pada perkara No. 10/KPPU-I/2015 rentang dugaan pelanggaran pada Pasal 11 dan Pasal 19 huruf (c) UU No. 5 tahun 1999 terkait dengn kartel daging sapi impor yang telah dilakukan oleh 32 terlapor. Di dalam Peraturan PKPU No. 4 tahun 2010 tentang kartel, dijelaskan bagaimana penerapan rule of reason. Yang didalamnya terdapat penjelasan yang seperti telah dijelaskan diatas sebelumnya yakni mengenai pemeriksaan secara mendalam tentang alasan-alasan mengapa para pelaku usaha terlapor membuat kartel dan KPPU harus memeriksa apakah alasan-alasan para pelaku usaha membuat kartel ini dapat diterima (reasonable restraint).

Baca juga : Bekerja Dan Bisnis Dalam Pandangan Islam

Perjanjian dan Kegiatan yang Dilarang
Macam-Macam Perjanjian yang Dilarang
Oligopoli, merupakan suatu perjanjian yang dilarang yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya untuk bersama-sama melakukan penguasaan produksi atau pemasaran yang dapat menyebabkan praktek monopoli atau persaingan usaha.

Penetapan Harga

Penetapan harga merupakan pelaku usaha yang dilarang untuk membuat perjanjian usaha dengan pelaku lainnya, untuk menetapkan harga atas suatu barang dan jasa yang harus dibayar oleh konsumen.

Pembagian Wilayah

Pembagian wilayah merupakan suatu perjanjian yang dilarang yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya, untuk membagi suatu wilayah pemasaran sehingga dapat memungkinkan terjadinya praktek mopoli atau persaingan yang tidak sehat.

Pemboikotan

Pemboikotan merupakan perjajnjian antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya dengan maksud untuk menghalangi pelaku masuknya usaha baru, dan membatasi ruang gerak pelaku usaha lain untuk menjual atau membeli suatu produk.

Kartel

Karkel merupakan suatu perjanjian yang dilarang yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi atau pemasaran suatu barang dan jasa.

Trust

Merupakan suatu pelaku usaha yang dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain, untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan dengan tujuan untuk mengontrol produksi atau pemasaran atas barang dan jasa.

Oligopsoni

Dimana didalamnya terdapat dua atau lebih pelaku usaha yang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan jasa dalam suatu pasar komoditas.

Integrasi Vertikal

Larangan untuk tidak melakukan perjanjian dengan pelaku usaha lain ini, bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan jasa tertentu, yang mana setiap rangkaian produksinya merupakan hasil dari pengelolahan baik dalam dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.

Perjanjian Tertutup

Didalam perjanjian tertutup ini memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan jasa pada suatu tempat tertentu. Artinya disini apabila suatu pemasok itu telah memasok barang atau jasa tersebut pada satu tempat yang dituju maka sudah tidak boleh ada lagi pemasokan pada tempat lain.
Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yan dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat.
Kegiatan-Kegiatan yang Dilarang

Monopoli

Monopoli merupakan pelaku usaha yang dilarang untuk melakukan penguasaan atas suatu produksi atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya suatu praktek yang biasanya dinamakan dengan monopoli atau persaingan dalam usaha yang tidak sehat.

Monopsoni

Monopsono ini merupakan suatu keadaan dimana suatu kelompok usaha menguasai pemasokan pasar untuk menjadi pembeli tunggal, sehingga menyebabkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat, dan apabila pembeli tunggal tersebut menguasai lebih dari 50% suatu jenis produk barang maupun jasa yang ada di pasaran.

Penguasaan Pasar

Penguasaan pasar dilarang untuk dilakukan karena akan berakibat pada :
Penolakan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama, pada pasar yang bersangkutan.
Menghalangi konsumen atau pelanggan pada pelaku usaha, yang notabennya sebagai pesaingnya. Untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha yang telah melakukan hubungan usaha dengan dirinya (pesaing).
Membatasi peredaran dan penjualan barang atau jasa pada pasar yang bersangkutan.
Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

Persekongkolan

Merupakan suatu kegiatan (konspirasi) dalam rangka untuk memenangkan suatu persaingan usaha secara sehat, dalam bentuk :
Untuk memenangkan tender.
Mencuri rahasia perusahaan saingan.
Merusak kualitas atau citra produk saingan

Posisi Dominan dan Merger

Posisi Dominan ini merupakan posisi yang ditempati oleh perusahaan yang memiliki pangsa pasar terbesar yang didalamnya terdapat market power, dimana market power ini membuat perusahaan dominan dapat melakukan tindakan atau strategi tanpa dapat dipengaruhi oleh perusahaan pesaingnya. Pada Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 yang menyatakan bahwa posisi dominan merupakan keadaan dimana pelaku usaha tidak memiliki pesaing di pasar yang ada kaitannya dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha yang memiliki posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasaran yang kaitannya dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan mapun penjualan, serta kemampuan dalam menyesuaikan pasokan permintaan barang atau jasa.

Pada Undang-Undang No. 5 tahun 1999 dalam Pasal 25, yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan, baik secara langsung untuk :
Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan menghalangi konsumen memperoleh barang atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun dari segi kualitas
Membatasi pasar dan pengembangan teknologi

Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi untuk memasuki pasar yang bersangkutan tersebut.
Pelaku usaha dapat memiliki posisi dominan apabila :

  • Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50 % atau lebih pangka pasar satu jenis satu jenis barang atau jasa tertentu
  • Dua atau tiga pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangka pasar satu jenis barang atau jasa.
  • Posisi dominan yang dimiliki oleh pelaku usaha bukanlah sesuatu yang dilarang. Posisi dominan dikatakan dilarang apabila pelaku usaha menggunakan posisi dominannya untuk mengekspolitasi konsumen atau pelaku usaha lain atau berusaha untuk menyingkirkan dan menghalangi pelaku usaha lain untuk masuk ke dalam pasar. Posisi dominan bisa timbul melalui hal-hal sebagi berikut :
  • Jabatan Rangkap
  • Kepemilikan Saham
  • Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan.
  • Merger merupakan proses difusi atau penggabungan dua perseroan dengan salah satu diantaranya tetap berdiri dengan nama perseroannya, sementara perseroan yang lain hilang dengan segala nama dan kekayaannya yang ada dalam perseroan yang tetap ada tersebut. Merger sendiri terbagi menjadi empat, yaitu :


  1. Merger horizontal, merupakan merger yang dilakukan oleh usaha sejenis (usaha yang sama). Misalnya : merger antara dua perusahaan roti, perusahaan sepatu.
  2. Merger vertikal, merupakan merger yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang saling berhubungan. Misalnya : merger dalam alur produksi yang berurutan. Contohya : perusahaan pemintalan benang merger dengan perusahaan kain, perusahaan ban merger dengan perusahaan mobil.
  3. Konglomerat ialah merger antara berbagai perusahaan yang menghasilkan berbagai produk yang berbeda-beda dan tidak ada kaitannya, misalnya : perusahaan sepatu merger dengan perusahaan elektronik.
  4. Merger Kon Generik, merupakan merger diantara dua atau lebih perusahaan yang saling berhubungan, tetapi bukan pada produk yang sama. Contohnya : merger antara bank dengan perusahaan leasing.


Pengecualian dalam Persaingan Usaha
Hukum Persaingan merupakan elemen yang dibutuhkan dengan adanya Undang-Undang sebagai “code of conduct” bagi pelaku usaha untuk bersaing di pasar sesuai dengan aturan Undang-Undang. Sedangkan negara sendiri memiliki kepentingan bagi kebijakan persaingan untuk menjaga kelangsungan proses kebebasan bersaing yang diselaraskan dengan freedom of trade (kebebasan berusaha), freedom of choice (kebebasan untuk memilih), dan access to market (terobosan memasuki pasar). Sehingga pada umumnya kebijakan persaingan padat dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan misalnya, dengan adanya perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HaKI), perdagangan, perlindungan terhadap usaha kecil atau menengah, serta kepentingan nasional terhadap perekonomian yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Hukum Persaingan juga mengenal adanya pengcualian (exemption) untuk mempertegas bahwa suatu aturan hukum dinyatakan tidak berlaku bagi pelaku maupun kegiatan tertentu yang ada dalam persaingan usaha. Oleh karena itu perlu adanya suatu acuan yang dipergunakan untuk pengecualian, apakah suatu kegiatan tersebut berupa industri maupun pelaku usaha yang dikecualikan dalam persaingan usaha. Pemberian pengecualian dalam persaingan usaha umumnya didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu :

  • Adanya perintah dari Undang-Undang Dasar
  • Adanya perintah dari Undang-Undang maupun dari Peraturan Perundangan lainnya.
  • Adanya peraturan berdasarkan regulasi suatu badan administrasi.

Pada umumnya adanya pengecualian tersebut berdasarkan dua alasan yang ada, yaitu :

  • Industri atau badan yang dikecualikan telah diatur oleh peraturan perundang-undangan atau diatur oleh badan pemerintah yang lain dengan tujuan untuk memberikan perlindungan khusus berdasarkan kepentingan umum. Contohnya : alat transportasi, alat telekomunikasi, dan lain sebagainya.
  • Adanya praktek kartelisme yang tidak dapat dihindarkan an dangan pertimbangan ini maka, akan jauh lebih baik memberikan proteksi yang jelas kepada suatu pihak, dari pada menegakkan undang-undang hukum persaingan itu sendiri.

Dengan adanya alasan tersebut maka, berbagai negara mengatur tentang pengecualian yang ada dalam undang-undang hukum persaingan, dangan kata lain pengecualian tersebut merupakan hal yang umum dalam undang-undang hukum persaingan dan tidak dianggap sebagai hal yang dapat menghambat persaingan usaha itu sendiri.

Kesimpulan

Dalam persaingan usaha terdapat praktik usaha yang dilarang untuk dilaksanakan, seperti yang tertulis dalam Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang oligopoli, penetapan harta, kartel, pemboikotan, persekongkolan yang dapat menyebabkan persaingan menjadi tidak sehat. Persaingan usaha biasanya dilakukan antara sesama penjual yang bersaing dalam mendapatkan keuntungan dari barang atau jasa yang mereka tawarkan. Didalam persaingan usaha juga terdapat penerapan pendekatan secara per se illegal dan rule of reason, seperti yang telah dijelaskan diatas dan terdapat pula dasar hukumnya. Terdapat pula penjelasan dari posisi dominan, merger dan pengecualian dalam persaingan usaha. Dalam persaingan usaha terdapat Pemberian pengecualian dalam persaingan usaha yang umumnya didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu :

  • Adanya perintah dari Undang-Undang Dasar
  • Adanya perintah dari Undang-Undang maupun dari Peraturan Perundangan lainnya.
  • Adanya peraturan berdasarkan regulasi suatu badan administrasi.

Demikianlah artikel ini kami buat dengan sebaik mungkin dan dengan semestinya, semoga makalah ini sedikit banyak dapat memberikan sumber pengetahuan bagi pembaca yang sebelumnya belum mengetahui bagaimana sejarah, prinsip, penerapan maupun pendekatan yang ada pada persaingan usaha dan lain sebagainya yang berhubungan dengan persaingan usaha yang ada dalam makalah ini. Mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan kata maupun dari sisi materinya yang mungkin kurang pas atau bahkan salah dalam penulisan, karena kita sebagai manusia tidaklah luput dari kesalahan dan kekurangan. Dan kami sebagai penulis makalah ini siap dan sangat bersenang hati apabila teman-teman yang membaca makalah ini dapat memberikan saran yang baik terhadap penulisan makalah ini. Terima kasih.

Baca juga : SUMBER HUKUM ISLAM

DAFTAR PUSTAKA

Suleman,Zulfikri. 2010. Demokrasi untuk Indonesia: Pemikiran Politik Bung Hatta. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara.
Rokan, Kamal Mustafa. 2010. Hukum persaingan usaha: teori dan praktiknya di Indonesia. Jakarta : Rajawali pers.
Fishwick, Frank. 1995. Seri Strategi Manajemen Strategi Persaingan. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo.
Fuady, Munir. 2010. Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat. Bandung : PT.Aditya Citra Bakti.
Muhammad, Iqbal. 2020. Hukum Persaingan Usaha. https://www.academia.edu/9592080/HukumPersainganUsaha (diakses pada tanggal 27 April).
Wikipedia. 2020. Merger. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Merger (diakses pada 02 Mei).
Kadir, Junaedi. 2020. Pengecualian dalam Persaingan Usaha. https://junetbungsu.wordpress.com/2012/11/21/pengecualian-dalam-persaingan-usaha/ (diakses pada tanggal 02 Mei).