Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SUMBER HUKUM ISLAM


Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjaminterwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agamamengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, yaituAl Quran dan Hadis.
Sumber ajaran islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yangmempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksiyang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian sumber ajaran islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman islam.

Baca juga : TUJUAN HUKUM ISLAM

Rumusan Masalah

  • Apa yang di maksud dengan Sumber Hukum Islam?
  • Apa saja Sumber Hukum yang telah telah di sepakati oleh para ulama?
  • Apa saja Sumber Hukum yang masih di Perselisihkan oleh para ulama?
  • Bagaimana Metode penetapan Sumber Hukum Islam?

Tujuan Penulisan

  • Untuk mengetahui Pengertian / definsi Sumber Hukum Islam
  • Untuk mengetahui Sumber Hukum islam yang telah di Sepakati oleh para ulama 
  • Untuk mengetahui Sumber Hukum yang masih di Perselisihkan oleh para ulama
  • Untuk mengetahui Metode penetapan Sumber Hukum Islam

PEMBAHASAN

Pengertian Sumber Hukum Islam dan Dalil Hukum Islam 

Pengertian Sumber

Secara etimologi sumber berarti mata air/asal. Dalam bahasa Arab sumber Hukum Islam merupakan terjemahan dan dari lafazh (mashadir al-ahkam). Secara Terminologi sumber adalah berangkat dari asalnya, yang di maksud dari ini sumber
hukum islam dari Al-Quran dan As-sunnah.

Menurut Suparman Usman, sumber hukum dengan makna mashadir al-ahkam setara dengan  sumber hukum materiil(sumber isi) dalam ilmu hukum. Dapat disimpulkan bahwa sumber isi (materiil) dalam menerapkan hukum dalam padangan Islam adalah aturan dari Allah swt yang termaktub dalam kumpulan firmanNya yakni al-quran dan penjelasan rasul-Nya (as-sunnah).

Sumber Hukum Islam ialah segala sesuatu yang dijadikan pedoman atau yang menjadi sumber syari’at islam yaitu Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad saw. Sebagian besar pendapat ulama ilmu fiqih sepakat bahwa pada prinsipnya sumber hukum utama islam adalah Al-Quran dan As-sunnah.

Pengertian Dalil  

Dalil berasal dari Bahasa Arab yang secara etimologi berarti dapat menunjuki.
QS. Al Furqaan (Pembeda) – surah 25 ayat 45 [QS. 25:45]
اَلَمۡ تَرَ اِلٰی رَبِّکَ کَیۡفَ مَدَّ الظِّلَّ ۚ وَ لَوۡ شَآءَ لَجَعَلَہٗ سَاکِنًا ۚ ثُمَّ جَعَلۡنَا الشَّمۡسَ عَلَیۡہِ دَلِیۡلًا
Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang dan kalau Dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu,

Secara terminologi dalil berarti sesuatu yang padanya terdapat penunjukan pengajaran baik yang dapat menyampaikan kepada yang meyakinkan atau kepada sesuatu yang meyakinkan atau kepada dugaan yang kuat dan tidak meyakinkan (di kalangan fuqoha).

Menurut ulama Ushul Fiqh, dalil adalah sesuatu yang menampilkan kepada tuntutan yang bukan khabari mencapai dengan pemikiran yang salah, bukanlah disebut dalil dalam artian ini. Menurut Suparman Usman pengertian dalil adalah petunjuk untuk membawa kita menemukan hukum tertentu, yakni naqliyah (Al-quran dan As-sunnah) dan aqliyah (ijtihad).

Asy-Syatibi mengemukakan prinsip-prinsip suatu dalil syara’:

  • Dalil syara’ tidak bertentangan dengan tuntutan akal.
  • Kalau menyalahi akal berarti membebani manusia dengan sesuatu yang ia tidak mampu.
  • Sumber taklif adalah akal.
  • Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalil syara’ berlaku menurut akal.

Sumber Hukum Islam yang di sepakati
Al-Qur’an

Al-Qur’an Secara etimologi, berasal dari bahasa Arab yang berarti “bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara’a yang artinya membaca.
Sedangkan secara terminologi al-Qur’an adalah kalam Allah SWT. yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. secara mutawatir melalui malaikat Jibril dari mulai surat Al-Fatihah diakhiri surat An-Nas dan membacanya merupakan ibadah.
Al-qur’an berkedudukan sebagai sumber pertama dan utama hukum dalam islam, kedudukan ini mengharuskan umat islam memahami pesan pesan yang di kandungnya untuk di laksanakannya dalam kehidupan sebagai upaya mengatur perilaku yang berhubungan dengan manusia, baik yang berhubungan manusia ataupun mahkluk yang lainnya secara horizontal, demikian pula seluruh persoalan yang berkaitan dengan hukum mesti di carikan jawabannya terlebih dahulu dari petunjuk yang terkandung di dalam al-quran, kemaslahatan hidup manusia di dunia dan di akhirat di yakini dapat di peroleh jika manusia mendasarkan pada perilaku hidup mereka kepada petunjuk al-quran
Al-Qur’an tidak saja mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya, akan tetapi mengatur pula hubungan antara penciptanya. Al-Qur’an juga bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara hubungan kehidupan spiritual dan material. Dan memerintahkan kepada manusia agar percaya pada hari kebangkitan kembali, hari kiamat dan ganjaran serta hukuman.

Baca juga : Kaidah-kaidah Hukum Islam

Hukum al-quran memiliki tiga sifat yaitu :
Al-quran menjelaskan hukum secara terperinci jelas, dan sempurna tanpa memerlukan penjelasan serta dapat di pahami secara langsung. Penjelasan ayat ayat seperti ini dinamakan muhkamat.
Global, al-quran memberikan hukum yang yang memberikan garis besarnya dan membutuhkan penjelasan pemahaman dan penafsiran untuk melaksanakannya. Sifat kedua selain membutuhkan ijtihad juga di maksudkan agar al-quran dapat berinteraksi dalam semua dimensi ruang dan waktu sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia
Al-quran menjelaskan suatu hukum yang bersifat ibarat dan isyarat, penjelasan seperti ini di maksudkan agar dapat di pahami makna dan isyarat yang terkandung di dalamnya . model seperti ini dapat di temukan dalam syariat haji dan qurban yang secara jahirnya mengandung makna ibadah mendekatkan diri kepada Allah swt. Tetapi makna tersiratnya adalah perintah untuk melakukan perenungan tentang pentingnya melakukan intropeksi diri dan membangun solidaritas sosial yang kuat melalui sifat kebersamaan dan pengorbanan
Hukum yang di jelaskan di al-quran secara keseluruhan dapat dikelompokkan kepada persoalan ibadah dan muamalah, ibadah yang di maksud disini adalah ibadah yang bersifat khusus yaitu hubungan yang berhubungan dengan tuhan seperti sholat, puasa, dan ibadah ibadah pokok. Penggunaan kata khusus disini untuk membedakannya dengan ibadah dalam arti umum yaitu seluruh aktifitas yang dilakukan untuk mendapat ridho Allah swt.
Al-Qur’an merupakan sumber filsafat hukum Islam yang abadi dan asli, dan merupakan sumber serta rujukan yang pertama bagi syari’at Islam, karena di dalamnya terdapat kaidah-kaidah yang bersifat global beserta rinciannya. Sebagaimana firman Allah surat an-Nisa [4] ayat 80: Artinya: “Barang siapa mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah”.
Ayat di atas menyatakan bahwa al-Qur’an menjelaskan hukum-hukum syara’ itu secara keseluruhan, karena penjelasan-penjelasan as-Sunnah berasal dari al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai sumber pokok bagi semua hukum Islam telah menjelaskan dasar-dasar hukum, seperti memerintahkan kepada manusia agar memenuhi janji (perikatan) dan menegaskan halalnya jual beli beserta haramnya riba. Sehingga al-quran menjadi sumber hukum

As-Sunnah

Pada uraian terlebih dahulu telah di jelaskan bahwa al-quran sebagai sumber utama dan yang paling utama dari hukum islam yang bersifat global yang membutuhkan penjelasan secara operasional. Nabi muhammad sebagai penyampai ajaran alquran diberi otoritas oleh tuhan untuk menjelaskan lebih lanjut apa yang telah di wahyukan kepadanya, dengan demikian, as-sunnah baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, maupun dalam takrir berkedudukan sebagai sumber kedua setelah al-quran
As-Sunnah atau sering disebut juga al-Hadits mempunyai arti yang sama, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.baik berupa ucapan, perbuatan maupun takrirnya. Kalaupun ada perbedaan sangat tipis sekali, as-Sunnah yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. saja, sedang Al-Hadits disandarkan bukan saja kepada Nabi Muhammad SAW. akan tetapi juga disandarkan kepada para sahabat. As-Sunnah merupakan sumber hukum yang kedua setelah al-Qur’an, dasar pokok as-Sunnah sebagai sumber hukum, sebagaimana firman Allah surat an-Nisa [4] ayat 59: artinya  “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya”.
Kedudukan as-Sunnah terhadap al-Qur’an, sebagaimana dirumuskan dalam tiga hal, yaitu:

  • Sunnah berfungsi menjelaskan ayat yang masih mubham, merinci ayat yang mujmal.
  • Sunnah menambah kewajiban-kewajiban syara’ yang ketentuan pokoknya telah ditetapkan dengan nash al-Qur’an. Seperti sunnah datang dengan membawa hukum-hukum tambahan yang menyempurnakan ketentuan pokok tersebut. 
  • Sunnah membawa hukum yang tidak ada ketentuan nashnya di dalam al-Qur’an.
  •  Seperti dalam masalah mu’amalat, yaitu al-Qur’an memerintahkan untuk memenuhi janji (perikatan). Hal ini perikatan mana yang sah dan yang halal serta perikatan yang haram dan yang tidak harus dipenuhi, disini as-Sunnah berperan untuk menjelaskannya.

Ijma

Ijma’ menurut bahasa artinya sepakat, setuju atau sependapat. Sedangkan menurut istilah “Kebulatan pendapat semua ahli ijtihad Umat Nabi Muhammd, sesudah wafatnya pada suatu masa, tentang suatu perkara (hukum). Ahmad Hanafi berpendapat, Ijma’ ialah kebulatan pendapat Fuqoha Mujtahidin pada suatu masa atas sesuatu hukum sesudah masa Rasulallah SAW. Dan merupakan salah satu dalil syara’ yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif setingkat di bawah dalil-dalil nash (al-Qur’an dan Hadits).

Dasar ditetapkannya ijma sebagai hukum yang ketiga setelah alQur’an dan as-sunah, yaitu dalam surat An-Nisa [4] ayat 115: yang artinya “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang Telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”.

Qiyas

Qiyas menurut pengertian bahasa berarti mengukur dan menyamakan sesuatu sedangkan menurut pengertian istilah ahli ushul fiqih, qiyas berarti menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada ketentuan hukumnya dengan sesuatu yang ada ketentuan hukumnya karena adanya persamaan illat antara keduanya
Jika seorang mujtahid menghadapi suatu permasalahan yang tidak di temukan hukumnya dalam Al-quran, Al-hadist maupun ijma’, maka qiyas merupakan metode yang di tempuh untuk mnecari kepastian hukum dari suatu permasalahan tersebut. dalam hal ini langkah pertama yang ditempuh oleh seorang muhtahid adalah meneliti illat dari rumusan hukum yang telah ada, kemudian meneliti pula illat dari permasalahan baru yang belum ditemukan hukumnya itu. Jika benar ada kesamaan illatnya maka dapat disimpulkan bahwa huukum dari kedua masalah tersebut adalah sama.
Sebagai contoh dapat dihadirkan dalam surat Al-Maidah ayat 90 yang Artinya :
“hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk berhala) mengundi nasb dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”(QS.Al-Maidah : ayat 90)
Menurut ketentuan nash, khamar dilarang karena memabukkan dan dampak negatifnya akan menyebabkan rusaknya badan, pikiran dan pergaulan. Dengan  demikian sifat memabukkan dimiliki sebagai sebab bagi ketentuan hukum haram. Hal ini dapat diqiyaskan bahwa setiap minuman yang memabukkan haram hukumnya jadi dilarang di dalam hukum islam

Sebagian besar para ulama fiqh dan para pengikut madzhab yang empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran Islam. Mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada kejadian atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun yang dapat dijadikan dasar. Hanya sebagian kecil para ulama yang tidak membolehkan pemakaian qiyas sebagai dasar hujjah, diantaranya ialah salah satu cabang Madzhab Dzahiri dan Madzhab Syi’ah.
Sumber hukum islam yang di perselisihkan

Ihtihsan

Secara etimologi, istihsan berarti menganggap baiknya sesuatu. Sedangkan menurut pengertian istilah terdapat banyak devinisi yang diketengahkan oleh  ulama` ushul fiqih, antara lain menurut Imam al-sarakhsi (ahli ushul fiqih madhzab hanafi) mendefinisikan, istihsan adalah: “meninggalkan qiyas dan mengamalkan yang lebih kuat daripada itu, karena adanya dalil yang menghendakinya serta lebih sesuai dengan kemaslahatan umat manusia”.

Mashlahah Mursalah

Menurut pengertian bahasa mashlahah berarti manfaat, dan  berarti lepas. Dua kata ini keemudian di gabung menjadi satu istilah (mashlahah mursalah) yang menurut para ahli ushul fiqih berarti: “kemaslahatan yang tidak di tegaskan dalam syari’at untuk merealisasikan, dan tidak pula ada dalil  syara’ tertentu baik yang mendukung maupun yang menolaknya”. Dalam kaitan ini abu ishaq al-syaithibi menegaskan bahwa kemaslahatan tersebut tidak dibedakan antara kemaslahatan dunia dan akhirat.

URF

Pengertian ‘urf kata ‘urf secara etimologi berarti “kebajikan” sedangkan secara terminologi, kalangan ulama’ ushul fiqih mengartikan ‘urf sebagai suatu perbuatan atau ucapan yang telah menjadi kebiasaan di tengah-tengah masyarakat.

Istishab

Istishab menurut pengertian bahasa berarti menyesuaikan sesuatu. Sedangkan menurut pengertian istilah ahli ushul fiqih istishab adalah memberlakukan hukum suatu peristiwa sesuai dengan keadaan semula (hukum asal), selama tidak ada dalil yang menentukan hukum lain yang berbeda dengan hukum asal tersebut.

Syar’u Man Qablana

Yang dimaksud dengan syar’u man qablana adalah ajaran atau syari’at para Nabi sebelum Nabi Muhammad saw., khususnya mengenai hukum-hukum amaliyah.

Madzhab Shahabi

Yang dimaksud dengan madzhab shahabi adalah pendapat sahabat Rasulullah saw. Mengenai suatu masalah yang hukumnya tidak didapatkan dalam al-Qur’an maupun al-Sunnah. Adapun yang dimaksud dengan sahabat adalah setiap orang yang hidup bersama Rasulullah saw. Dalam waktu yang lama serta menimba ilmu dari beliau dan mengikuti sunnahnya. Misalnya, Umar ibn al-Khaththab ra,. Abdullah ibn Umar ra,. Ali ibn Abi Thalib ra.

Sadd al-Dzaria’ah

Secara etimologi kata sadd berarti “menutup” dan kata dzari’ah berarti wasilah atau jalan ke suatu tujuan. Dengan demikian, sadd al-dzari’ah menurut pengertian bahasa berarti menutup jalan ke suatu tujuan. Sedangkan menurut pengertian ushul fiqih, sadd al-dzari’ah berarti : “Melakukan suatu pekerjaan yanga walnya mengandung maslahah, tapi akhirnya membawa mafsadah”. Maksudnya, seseorang melakukan suatu pekerjaan  yang pada dasarnya diperbolehkan karena mengandung kemaslahatan, namun akhirnya pekerjaan tersebut  berujung pada suatu nafsadah.

Amal Ahli Madinah

Yang dimaksud dengan amal ahli Madinah adalah “Praktek hukum dari suatu masalah yang dilakukan oleh ulama’ Madinah .


Metode Penetapan Hukum islam 

A. Pendekatan kebahasaan

Teks-teks dan sunnah kita jumpai dengan berbahasa arab.oleh karena itu pemahaman dari teks-teks tersebut tidak mungkin tercapai tanpa memperhatikan kaidah-kaidah Bahasa arab, baik mengenai susunan bahasanya, bentuk bentuk lafadznya, makna-makna yang di tunjuki oleh lafal-lafalnya,dan hal-hal lain yang terkait dengannya.

Dalam hal ini para ulama’ushul fiqih telah mengadakan penelitian secara                       sistematis dan hasilnya mereka jadikan standrat sebagai metode untuk memahami hukum-hukum syara’ agar  terhindar dari kesalahan.

Di antara Bahasa yang terpenting dalam kaitan kebahasaan ini adalah:
Zhahir,nash,mufassar,dan muhkam
Dr kalangan hanafiyah membahas lafal dari segi kejelasannya pada kajian dhahir,nash,mufassar, dan muhkam

B. pendekatan maqashid al-syari’ah.

Sebagaimana telah di ketengahkan terdahulu bahwa dalam penetapan hukum islam ada dua pendekatan yang di kembangkan oleh ulama’ yaitu melalui kebahasaan dan maqashid al-syari’ah.
Jika pada pendekatan kebahasaan kajiannya pada teks secara langsung. Maka pendekatan maqashid al-syariah kajiannya lebih di tekankan pada hal-hal yang terkait dengan tujuan di turunkannya syariat islam (maqashid al-syari’ah) sebagaimana yang telah di rumuskan oleh para ulama’ ushul fiq.

C.metode dalam penyelesain al-ta’arudh

Pengertian al-ta’arudh  berasal al-‘ash yang berarti saling berhadapan sedangkan menurut istilah usul fiqih berarti: adanya pertentangan hukum yang di kandung satu dalil dengan hukum yang di kandung dalil lainnya,yang kedua dalil tersebut berada dalam satu derajat

Cara penyelesainnya terdapat dua perbedaan dalam penyelesain al-ta’arudh
Pendapat jumhur ulama’
Jumhur ulama’ fiqih menyatakan bahwa metode pertama yang harus di tempuh adalah dengan mengumpulkan dan mengkompromikan kedua dalil yang saling bertentangan.metode ini dapat di tempuh dengan menta’wilkan lafal yang umum kepada afal yang khusus. lafal yang dhahir kepada yang nash dan lafal yang muthlaq kepada lafal yang muqayyad.

pendapat hanafiyah

Berbeda dengan pendapat jumhur ulama’kalangan hanafiyah berpendapat bahwa dalam meyelesaikan dua dalil yang bertentangan,mana kedua dalil tersebut yang lebih dulu di turunkan. Jika hal itu bisa di ketahui maka dalil yang turun lebih dahulu di nasakh oleh dalil yang turunnya belakangan.jika tidak di ketahui mana dalil yang lebih dulu di turunkan maka cara yang di tempuh adalah dengan mentarjih, yaitu mencari dalil yang lebih kuat di antaranya

Contoh hukum islam yang di sepakati ulama’ : halalnya jual beli dan haramnya riba. Sesuai dengan firman allah. Yang artinya:… keadaan mereka yang demikian itu, adalah dikarenakan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal allah manghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”….(QS.2:275)
Ini adalah dalil al-qur’an yang mana semua ulama’ menyepakati bahwa jual beli itu halal dan haramnya riba

 Contoh hukum islam yang di perselisihkan oleh ulama’ : batalnya wudhu” ketika menyentuh istri( lawan jenis yang bukan mahram) sesuai dgn dalil al-quran yg artinya” hai orang orang yg beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah tangan mu sampai pada siku, dan basuhlah kepalamu dan basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dr tampat buang air(kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memproleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah hendak tidak menyulitkan mu, tetapi dia hendak membersihkanmu dan menyempurnakan ni’mat-nya bagimu supaya kamu bersyukur(al-maidah:6)

Kesimpulan

Sumber Hukum Islam ialah segala sesuatu yang dijadikan pedoman atau yang menjadi sumber syari’at islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad (Sunnah Rasulullah SAW).
 Al-Qur’an adalah sumber atau dasar hukum yang utama dari semua ajaran dan syari’at islam.
Hadist adalah ucapan Rasulullah SAW tentang suatu yang berkaitan dengan kehidupan manusia atau tentang suatu hal,atau disebut pula sunnah Qauliyyah.
Ijma’ menurut hukum islam pada prinsipnya ijma’ adalah kesepakatan beberapa ahli istihan atau sejumlah mujtahid umat islam setelah masa rasulullah tentang hukum atau ketentuan beberapa masa yang berkaitan dengan syariat atau suatu hal.
Qiyas ialah menyamakan suatu peristiwa yang tidak ada hukumnya dalam nash kepada kejadian yang lain yang hukumnya dalam nash karena adanya kesamaan dua kejadian dalam illat hukumnya.

Baca juga : Akal dan Wahyu dalam Islam

DAFTAR PUSTAKA

Soenarja. 2009. Al-Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI. Surabaya: Duta Imu.
Saiban, kasuwi. 2019.Metode Pendekatan Hukum Islam. Malang: Setara Press.