Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PENAFSIRAN ATAU INTERPRETASI UU PIDANA / KUHP


Fungsi pidana dalam hukum pidana adalah untuk memberikan seseorang melakukan tindak pidana lagi, hal ini merupakan penerapan dari teori pemidanaan dengan tujuan khusus.1 Ketidakmampuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk menjangkau kejahatan yang belum dipikirkan oleh pembuat undang-undang saat membuat KUHP menjadi sebuah permasalahan yang patut dikaji. Hal ini adalah wajar, mengingat menurut Marjanne Termorshuizen sarjana hukum pidana bukanlah ahli nujum yang bisa meramalkan berbagai kejahatan di masa yang akan datang. Membuat undang-undang bukanlah kegiatan meramal dan seorang hakim pidana bukanlah ahli nujum yang dapat meramalkan masa depan dan memastikan semua kemungkinan munculnya perbuatan-perbuatan tercela di masa depan. Karena itu tugas menafsirkan ketentuan-ketentuan di dalam perundangundangan pidana harus dipandang sebagai upaya pengembangan hukum (pidana) yang penting.

Artikel lainnya: HUKUM PERKAWINAN DAN KELUARGA DALAM UU No:1 TAHUN 1974

Pengembangan hukum tidak mungkin dilakukan tanpa interpretasi yang seharusnya dilakukan oleh hakim-hakim pidana. Salah satu isu yang menjadi perdebatan para sarjana hukum pidana di Belanda dan Indonesia adalah penggunaan analogi dalam menentukan suatu tindak pidana pada ketentuan KUHP atau berbagai undang-undang lainnya. Banyak sarjana hukum yang menentang penggunaan analogi untuk menentukan suatu tindak pidana karena dianggap melanggar asas legalitas dalam hukum pidana. Berdasarkan hal tersebut, pro dan kontra penerapan analogi dalam menentukan suatu tindak pidana perlu mendapat kajian berdasarkan ilmu hukum pidana.

Rumusan Masalah

  • Apakah fungsi penafsiran hukum pidana itu?
  • Bagaimana sistematika penemuan hukum oleh hakim pidana itu?
  • sebutkan jenis-jenis penafsiran hukum pidana?
  • Apakah analogi hukum pidana itu?

Tujuan Penulisan

  • Untuk mengetahui fungsi-fungsi dari penafsiran hukum pidana.
  • Untuk mengetahui bagaimana sistematika penemuan hukum oleh hakim pidana.
  • Untuk mengetahui apasajakah jenis-jenis penafsiran hukum pidana.
  • Untuk mengetahui apakah analogi hukum pidana itu.


PEMBAHASAN

PENTINGNYA PENAFSIRAN

Pengertian panafsiran menurut R.Soeroso, SH adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang tercantum dalam Undang-Undang sesuai dengan yang di kehendaki serta yang dimaksud oleh pembuat Undang-Undang. Menurut Prof.J.H.A Logeman Penafsiran adalah mencari maksud dan kehendak pembuat Undang-Undang sedimikian rupa sehingga tidak menyimpang dari apa yang di kehendaki oleh pembuat Undang-Undang  itu.

Pentingnya penafsiran dalam hukum pidana itu salah satunya kerena hukum tertulis tidak dapat dengan segera mengikuti arus, hukum tertulis terlihat baku, tidak dengan mudah mengikuti perkembangan dan kemajuan masyarakat. Untuk mengikuti perkembangan itu makaprakrik hukum mengunakan sautu penafsiran. Penafsiran dalam KUHP belum cukup menjelaskan seluruh isi peraturan yang terdapat di dalamnya, dan di luar KUHP pun terdapat pula UUD hukum pidana yang memuat hukum pidana khusus, yang memerlukan penjelasan tersendiri dan  memerlukan penfsiran yang di kenal melalui ilmu pengetahuan.
Pentignya penafsiran bisa kita simpulkan bahwa penafsiran sangat penting karena merupakan usaha mencari kehendak pembuat undang-undang yang pernyataannya kurang jelas, dan penafsiran sangat penting karena fungsinya yaitu memaknai kaidah atau asas hukum, menghubungkan suatu fakta hukum dengan kaidah hukum menjamin penindakan atau penerapan hukum dapat di lakukan secara tepat, benar dan adil, dan mempertemukan kaidah hukum dengan perubahan-perubahan sosial agar kaidah hukum tetap aktua; mam[u memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan perubahan sosial.

PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM (RECHTVINDING)

Berdasarkan Pasal 20 AB “Hakim harus mengadili berdasarkan Undang-Undang” dan Pasal 22 AB + Pasal 14 Undang-undang No. 14 tahun 1970 mewajibkan “Hakim untuk tidak menolak mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkap atau tidak jelas Undang-undang yang mengaturnya melainkan wajib mengadilinya”. Dan jika terdapat kekosongan aturan hukum atau ataurannya tidak jelas maka untuk mengatasinya diatur dalam pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970 menyebutkan : “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup didalam masyarakat”. Artinya seorang Hakim harus memiliki kemampuan dan keaktifan untuk menemukan hukum (Recht vinding).
Yang dimaksud dengan Recht vinding adalah proses pembentukan hukum oleh hakim/aparat penegak hukum lainnya dalam penerapan peraturan umum terhadap peristiwa hukum yang konkrit dan hasil penemuan hukum menjadi dasar untuk mengambil keputusan. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan yang juga berfungsi sebagai penemu yang dapat menentukan mana yang merupakan hukum dan mana yang bukan hukum. Seolah-olah Hakim berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan legislatif yaitu badan pembentuk per Undang-undangan. Pasal 21 AB menyatakan bahwa hakim tidak dapat memberi keputusan yang akan berlaku sebagai peraturan umum. Sebenarnya hukum yang dihasilkan hakim tidak sama dengan produk legislatif. Hukum yang dihasilkan hakim tidak diundangkan dalam Lembaran Negara. Keputusan hakim tidak berlaku bagi masyarakat umum melainkan hanya berlaku bagi pihak-pihak yang berperkara. Sesuai pasal 1917 (2) KUHPerdata yang menentukan “bahwa kekuasaan keputusan hakim hanya berlaku tentang hal-hal yang diputuskan dalam keputusan tersebut.
Akan tetapi para ahli hukum mengetahui bahwa Undang-undang tidak akan pernah lengkap. Disitulah letak peran Hakim untuk menyesuaikan peraturan Undang-undang dengan kenyataan yang berlaku dalam masyarakat agar dapat mengambil keputusan hukum yang sungguh-sungguh adil sesuai tujuan hukum.
Penemuan hukum Hakim tersebut mempunyai unsur-unsur otonom yang kuat disebabkan Hakim harus menjelaskan atau melengkapi Undang-undang menurut pendangannya sendiri. Penemuan hukum merupakan kegiatan utama dari Hakim dalam melaksanakan Undang-undang apabila terjadi peristiwa konkrit. Undang-undang sebagai kaedah umumnya adalah untuk melindungi kepentingan manusia. Oleh sebab itu harus dilaksanakan/ditegakkan. Agar dapat memenuhi azas bahwa setiap orang dianggap tahu akan Undang-undang maka undang-undang harus disebar luaskan dan harus jelas. Tidak mungkin Undang-undang mengatur segala kehidupan manusia secara lengkap dan tuntas karena kegiatan manusia sangat banyak. Selain itu Undang-undang merupakan hasil karya manusia yang sangat terbatas kemampuannya.
 Dan dapat disimpulkan menurut pandangan baru (modern) bahwa hukum yang ada itu tidak lengkap, tidak dapat mencakup seluruh peristiwa hukum yang timbul dalam masyarakat. Oleh sebab itu hakim turut serta menemukan hukum yang oleh Prof. Mr. Paul Schalten menyebutkan Hakim menjalankan Recht vinding.Walaupun Hakim turut menemukan hukum, ia bukanlah legislatif. Dalam melakukan penemuan hukum, hakim menggunakan metode penafsiran terhadap Undang-undangseperti penafsiran menurut bahasa, penafsiran secara historis, penafsiran secara sistematis, penafsiran secara teleologis/sosiologis, penafsiran secara authentik, penafsiran secara ektensif, penafsiran secara restriktif, penafsiran secara analogi, penafsiran secara argumentus a contrario.

2.3 MACAM-MACAM PENAFSIRAN HUKUM PIDANA

Penafsiran Autentik
Penafsiran Historis yaitu cara penafsiran suatu norma dalam suatu undang-undang, yang di dasarkan pada sejarah ketika perturan perundang-undangan itu di susun di bicarakan di tingkat badan-badan pembentukan perundang-undangan. Mencari pengertian dilakukan dengan meneliti atau mempelajari pendapat-pendapat para anggota parlemen dan pemerintah dalam pembentukan undang-undang tersebut.

Penafsiran Historis
Penafsiran autentik di sebut juga penafsiran resmi, dalam pembentukan undang undang telah di masukan banyak keterangan resmi mengenai beberapa istilah atau kata dalam perundang-undangan yang bersangkutan. Di sebut penafsiran autentik juga karena tertulis secara jelas dalam undang-undang, artinya berasal dari pembentuk  UU  itu sendiri, bukan dari sudut pelaksana hukum yakni hakim.

Penafsiran Sistematis
Mencari pengertian dari suatu rumusan norma hukum dengan cara melihat hubungan bagian atau rumussan satu dengan yang lainnya dari suatu undang-umdamg, sehingga dapat di tarik pengertian tertentu. Secara sistematis artinya dari urut-urutan pemuatan atau bidang-bidang pengaturan dalam undang-undang ada keterkaitan atau hubungan antara satu dengan yang lainnya.

Artikel lainnya: PIDANA DAN PEMINDANAAN

Penafsiran Logis
Adapun yang ke empat itu ada penafsiran logis yang artinya yaitu, suatu macam penafsiran dengan cara menyelidiki untuk mencari dari sebnarnya dari di bentuknya sutu rumusan norma dalam undang-undang degan menghubungkan (Mencari Hubungannya)dengan urusan norma yang lain yang masih ada sangkut paut nya dengan norma tersebut.

Penafsiran Gramatikal
Kita etahui bahwasanya penafsiran gramatikal tersebut juga penafsiran menurut atau atas dasar bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat yang bersangkutan.

Penafsiran Teleologis
Penafsiran teleologis ialah suatu penafsiran terhadap suatu runusab norma dalam undang-undang berdasarkan maksud pembentuk undang-undang dalam merumuskan norma tersebut.

Penafsiran Analogis
Penafsiran analogis adalah macam penafsiran terhadap suatu rumusan norma atau bagian/unsur norma tertentu dalam undang-undang, dengan cara memperluas cara berlakunya suatu norma dengan meng abstrakan rasio tertentu itu sedimikian rupa luasnya pada suatu kejadian kongkrit tertentu yang sesungguhnya tidak termasuk dalam isi dan pngertian norma itu. Dengan cara demikian, kejadian kongkrit tadi menjadi masuk kedalam isi dan pengertian norma tersebut.

Penafsiran Ekstensif
Penafsiran ekstensid yaitu penafsiran dengan memperluas dari kata-kata dalam peraturan sehingga suatu peristiwa dapat di masukin.

Penafsiran Acontrario
Penafsiran acontrario adalah penafsiran dengan cara mempersembit berlakunya norma undang-undang, jadi bertolak belakang dengan penafsiran analogi dan ekstensi.

Urutan Penafsiran

Adapun urutan-urutan menggunakan penafsiran adalah sebagai berikut:
Penafsiran secara otentik, yaitu mencari pasal-pasal dari undang-undang.
Penafsiran menurut penjelasan undang-undang (memorie van teorictiching).
Penafsiran sesuai dengan jurisprudensi, terutama dalam mencari putusan-putusan MA, Fatwa MA, putusan-putusan banding, atau pengadilan/mahkamah, pada tingkat pertama yang telah mempunyai ketentuan tetap dan lazim di ikuti pengadilan lain.
Penghasilan menurut doktrin (ilmu pengetahuan hukum).


ANALOGI PENAFSIRAN HUKUM PIDANA

Pengertian Penafsiran Analogi

Penafsiran analogi adalah memberi penafsiran pada suatu peraturan hukum dengan memberi kiyas pada kata-kata dalam peraturan tersebut sesuai dengan azas hukumnya sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak masuk kedalamnya di anggap sesuai dengan peraturan tersebut, yang di maksud penafsiran analogi ialah memperluas cakupan atau pengertian dari ketentuan undang-undang. Analogi sangat erat hubungannya dengan penguraian pasal 1 KUHP. Dari ketentuan pasal1 KUHP di simpulkan bahwa salah satu asas yang terkandung di dalamnya adalah :” dilarang menggunakan analogi”
Penafsiran analogi telah menimbulkan perdebatan para yuris, menantang dan meneerima penafsiran analogi. Secara ringkas penafsiran analogi adalah apabila terhadap suatu perbuatan yang pada saat di lakukannya tidak merupakan tindak pidana, di terapkan ketentuan hukum pidana yang berlaku untuk tindak pidana, di terapkan ketentuan hukum pidana yang berlaku untuk tindak pidana yang lain serta mempunyai sifat dan bentuk yang sama dengan perbuatan tersebut, sehingga kedua perbuatan tersebeut di pandang analog satu dengan yang lainnya.
Menurut Prof.Andi Hamzah, ada dua macam analogi, yaitu :

  •  Gesetz Analogi : Ialah analogi terhadap perbuatan yang sama sekali tidak ada  dalam hukum pidana.
  •  Recht analogi : Ialah analogi terhadap perbuatan yang mempunyai kemiripan dengan perbuatan yang dilarang dalam ketentuan hukum pidana.

Ada alasan yang di kemukakan oleh pihak yang menyetujuai adanya penafsiran analogi yaitu perkembangan masyarakat yang sangat cepat seingga hukum pidana harus berkembang sesuai dengan masyarakat tersebut. Sementara yang menentang adanya penafsiran analogi ini beralasan bahwa penerapan analogi sangat berbahaya karena dapat menyebabkan ketidak pastian hukum dalam masyarakat.

2. Perbedaan Penafsiran Analogi Dan Tafsiran Ekstensif

Dalam tafsiran ekstensif, kita berpegang pada aturan yang ada, memaknai sebuah kata dengan maka yang hidup dalam masyarakat sekarang, tidak merut maknanya ketika waktu undang-undang di bentuk. Sedangkan dalam penafsiran analogi, bahwa peraturan yang menjadi soal itu tidak dapat di msukan dalam aturan yang ada, akan tetapi perbuatan itu mnurut hakim termasuk kedalam perbuatan yang mirip perbuatan itu. Jadi sesungguhnya jika di gunakannya analogi, yang di buat untuk menjadikan perbuatan pidana pada sutu perbuatan yang tertentu, bukanlah lagi aturan yang ada,
Penafsiran ekstensif dan analogi pada hakikatnya adalah sama, hanya ada perbedaan grudial saja, tetapi di pandang secara pisycologis bagi orang yang mnggunakannya ada perbedaan yang besar antara keduanya, yaitu :

  • Penafsisran ekstensif.                              Masih berpegang pada bunyinya aturan, anya ada perkataan yang tidak lagi di beri makna seperti pada waktu terjadinya undang-undang, tetapi pada waktu penggunanya, maka dari itu masih dinamai interpretasi.
  • Penafsiran analogi.                                   Sudah tidak lagi berpegang pada aturan yang ada, melainkan pada inti, ratio dari adanya. Oleh karena inilah yang bertentangan dengan asas legalitas, sesbab asas ini mengharuskan adanya suatu aturan sebagai dasar.


Kesimpulan

Pentingnya penafsiran dalam hukum pidana itu salah satunya kerena hukum tertulis tidak dapat dengan segera mengikuti arus, hukum tertulis terlihat baku, tidak dengan mudah mengikuti perkembangan dan kemajuan masyarakat. Untuk mengikuti perkembangan itu makaprakrik hukum mengunakan sautu penafsiran. Penafsiran dalam KUHP belum cukup menjelaskan seluruh isi peraturan yang terdapat di dalamnya, dan di luar KUHP pun terdapat pula UUD hukum pidana yang memuat hukum pidana khusus, yang memerlukan penjelasan tersendiri dan  memerlukan penfsiran yang di kenal melalui ilmu pengetahuan.
Penemuan hukum Hakim mempunyai unsur-unsur otonom yang kuat disebabkan Hakim harus menjelaskan atau melengkapi Undang-undang menurut pendangannya sendiri. Penemuan hukum merupakan kegiatan utama dari Hakim dalam melaksanakan Undang-undang apabila terjadi peristiwa konkrit. Undang-undang sebagai kaedah umumnya adalah untuk melindungi kepentingan manusia. Oleh sebab itu harus dilaksanakan/ditegakkan. Agar dapat memenuhi azas bahwa setiap orang dianggap tahu akan Undang-undang maka undang-undang harus disebar luaskan dan harus jelas. Tidak mungkin Undang-undang mengatur segala kehidupan manusia secara lengkap dan tuntas karena kegiatan manusia sangat banyak. Selain itu Undang-undang merupakan hasil karya manusia yang sangat terbatas kemampuannya.

Penafsiran analogi telah menimbulkan perdebatan para yuris, menantang dan meneerima penafsiran analogi. Secara ringkas penafsiran analogi adalah apabila terhadap suatu perbuatan yang pada saat di lakukannya tidak merupakan tindak pidana, di terapkan ketentuan hukum pidana yang berlaku untuk tindak pidana, di terapkan ketentuan hukum pidana yang berlaku untuk tindak pidana yang lain serta mempunyai sifat dan bentuk yang sama dengan perbuatan tersebut, sehingga kedua perbuatan tersebeut di pandang analog satu dengan yang lainnya.
Menurut Prof.Andi Hamzah, ada dua macam analogi, yaitu :

  • Gesetz Analogi : Ialah analogi terhadap perbuatan yang sama sekali tidak ada  dalam hukum pidana.
  • Recht analogi : Ialah analogi terhadap perbuatan yang mempunyai kemiripan dengan perbuatan yang dilarang dalam ketentuan hukum pidana.

Artikel lainnya: JENIS-JENIS PIDANA

DAFTAR PUSTAKA

Pipin Syarifin, Hukum Pidana Di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung , 2008.
http://mytelisikadress.blogspot.com/2015/11/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html diakses pada 21 april 2020.
http://wanuahukum.wordpress.com  Diakses pada tanggal 21 april 2020
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/umum/849-penemuan-hukum-oleh-hakim-rechtvinding.html diakses pada 21 april 2020
https://www.researchgate.net/publication/324601022_Penerapan_Analogi_dalam_Hukum_Pidana_Indonesia diakses pada 21 april 2020